BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedatangan
Islam memberikan dinamika baru bagi manusia dan peradaban. Selain memberikan
iklim politik baru, Islam juga memberikan sistem baru yang didasarkan pada
ajaran-ajarannya, seperti: tidak mendapatkan tantangan, Islam memulai kegiatan politiknya
berhadapan dengan suku-suku yang sudah eksis kemudian memperluas pengaruhnya.
Bahkan dalam menjalankan kebijakan politiknya, Islam mengatur tata cara perang
(jihad) demi untuk melindungi umatnya dan melebarkan sayap kekuasaannya.[1]
Dalam
perjalanan sejarah diketahui bahwa, Umar
adalah orang yang besar dalam kesederhanaan, orang yang dilahirkan oleh
kemanusiaan dan didik oleh Islam. Beliau penguasa mukmin yang apabila
disebutkan pemimpin-pemimpin negara dan pemerintahan sejak fajar sejarah
manusia hingga akhir ini, maka beliau adalah orang yang terbesar di antara
mereka, paling baik dan paling bersih. Beliau ahli ibadah dan pengajar yang
membetulkan pengertian-pengertian kehidupan.[2] Dalam
pandangan orang Nasrani, Umar merupakan orang Islam yang paling mirip dengan
Paulus, rasul pengikut Nasrani. Bukan karena kisah kepindahannya yang sangat
mengejutkan, tetapi karena Umar dalam menegakkan tiang agama baru itu tidak
kurang penting dan tidak kalah jika dibandingkan peran Paulus dalam agama
Nasrani. Bahkan Nabi SAW pernah berkata
kepada Umar "Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati
Umar." "Dan jika saja ada Nabi sesudah diriku, maka Umarlah nabi
itu."[3]
Dengan
pernyataan tersebut, maka diperlukan sejarah terlebih dahulu, dan sebuah kajian
yang mendalam tentang sosok Umar bin
Khattab sebagai khalifah memiliki begitu banyak catatan sejarah yang menarik
untuk diungkapkan baik yang berkaitan dengan riwayat hidupnya yang mulia, serta
kegiatan-kegiatan yang di lakukannya selama menjabat sebagai khalifah, sehingga
posisi Umar akan menjadi jelas.
B.
Rumusan dan Batasan
Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mencoba merumuskan
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini yang berjudul "
Umar ibn al-Khattab (Perkembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik) adalah
1.
Bagaimana biografi
Umar bin Khattab ?
2.
Bagaimana
proses pembai'atan Umar bin khattab?
3.
Sejauh mana
ekspansi wilayah Islam serta kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diterapkan oleh
Umar bin Khattab dalam menjalankan roda kepemimpinannya?
4.
Bagaimana akhir
pemerintahan Umar bin khattab?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Umar
bin Khaththab
Beliau adalah Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Abdil 'Uzza bin
Rubah bin Abdullah bin Qurth bin Rizah bin 'Adiy bin Ka'ab bin Luay bin Galib
al-Qurasyi al-'Adawy. Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah bin
Abdillah bin Umar bin Makhzum[4] saudara
Abi Jahl, beliau masuk Islam tahun keenam kenabian dan berusia 27 tahun.[5]
Umar dilahirkan di Mekkah tahun 586 M dari keturunan suku Quraisy
yang terpandang dan terhormat dikalangan kota Mekkah. Dari garis ayah, silsilah
keturunan Umar bin Khaththab bertemu dengan garis keturunan nabi Muhammad SAW. pada
nenek yang ketujuh. Dari garis ibu, bertemu pula dengan garis keturunan nabi
Muhammad SAW. pada nenek yang keenam.
Umar bin Khattab adalah seorang yang terkenal tegas, berani dan fasih berbicara
dan berpidato. Karena itu beliau sering menjadi wakil atau utusan kaum Quraisy
dalam pertemuan atau perundingan dengan suku-suku lainnya baik di Mekkah maupun
diluar kota Mekkah.[6]
Beliau semula dipanggil dengan gelar Abu
Hafs[7],
dan setelah memeluk Islam Nabi saw memberi gelar al-Faruq (pemisah
antara yang hak dan batil). Pada masa mudanya, Umar adalah seorang pegulat dan
orator yang ulung. Beliau merupakan salah seorang sahabat yang telah mengenal
baca tulis. Berdagang merupakan usahanya yang paling utama.[8]
Sebelum masuk agama Islam, Umar bin Khaththab merupakan salah
seorang yang diantara kaum kafir Quraisy yang paling ditakuti oleh orang-orang
yang sudah masuk agama Islam, karena merasa takut, mereka terpaksa melakukan
ibadat secara diam-diam dan sembunyi, beliau juga dikenal sebagai seorang yang
sangat memusuhi Islam dan banyak menyiksa kaum muslimin. Setelah beliau masuk Islam bulan Zulhijjah, enam tahun
setelah kerasulan Nabi Muhammad SAW. Pribadi beliau berubah secara drastis dan
bertolak belakang dengan keadaan sebelumnya. Beliau berubah menjadi seorang
yang gigih, setia membela agama Islam dan orang-orang yang telah menganut agama
Islam. Bahkan beliau termasuk salah seorang sahabat yang terkemuka dan paling
dekat kepada Nabi Muhammad SAW.[9] Beliau
hidup selama 35 tahun dimasa Jahiliyah dan 30 tahun dalam pangkuan Islam.
Abdullah bin Mas'ud berkata: "Sesungguhnya masuk Islamnya Umar
adalah sebuah penaklukan, hijrahnya adalah sebuah kemenangan, dan
pemerintahannya adalah rahmat." Selain itu Umar merupakan salah seorang
sahabat yang selalu dimintai pertimbangan-pertimbangannya oleh Rasulullah.
Bahkan, tidak jarang wahyu turun memperkuat pandangan-pandangannya. Salah
satunya adalah peristiwa Perang Badar. Setelah Perang Badar, Rasulullah
melakukan musyawarah terhadap sahabat-sahabatnya apa yang mesti dilakukan
terhadap tawananan perang. Umar mengusulkan agar semua tawanan dibunuh, sedang
Abu Bakar mengusulkan agar mereka membayar tebusan. Rasulullah sendiri
mengambil pendapat Abu Bakar. Maka Allah menurunkan wahyu yang menguatkan
usulan Umar. Sebagaimana firman Allah swt:
$tB c%x. @cÓÉ<oYÏ9 br& tbqä3t ÿ¼ã&s! 3uó r& 4Ó®Lym ÆÏ÷Wã Îû ÇÚöF{$# 4
crßÌè? uÚttã $u÷R9$# ª!$#ur ßÌã notÅzFy$# 3
ª!$#ur îÍtã ÒOÅ3ym ÇÏÐÈ
Terjemahannya:
"Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia
dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. kamu menghendaki harta benda
duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."[10]
Dia juga mengikuti semua peperangan yang dipimpin Rasulullah selalu
dekat tidak pernah terpisah dengannya. Umar juga dianggap sahabat kedua setelah
Abu Bakar, bahkan dia menjadi penasehat dan tangan kanannya serta banyak
terlibat dalam pengendalian roda pemerintahannya.[11]
B.
Pembaiatan Umar
bin Al-Khattab
Tatkala Abu Bakar sakit dan merasa
ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat tentang siapa
yang bakal menggantikannya dan ia menunjuk Umar sebagai penggantinya dengan
maksud untuk mencegah kemungkinan terjadihnya perselisihan dan perpecahan di
kalangan umat Islam. Beberapa orang sahabat ketika mendengar saran-saran Abu
Bakar mengenai penunjukan Umar sebagai khalifah, mereka merasa khawatir mengingat
bahwa bawaan Umar begitu keras dan karena kekerasannya itu umat akan terpecah
belah, karena merasa tidak cukup hanya bermusyawarah dengan orang-orang
bijaksana di kalangan muslimin, terutama ada pihak yang menentang, dari dalam
kamar di rumahnya itu, Abu Bakar menjenguk kepada orang-orang yang ada di
masjid, dan kemudian berkata kepada mereka: " Apakah kalian menyetujui
orang yang kutunjuk untuk menggantikan kedudukanku sepeninggalku? Sesungguhnya
aku, demi Allah, telah bersungguh-sungguh berdaya-upaya memikirkan tentang hal
ini, dan aku tidak mengangkat seseorang dari sanak keluargaku, tapi aku telah
menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantiku, maka taatla kepadanya."
Orang banyak pun berkata: "Sami'na wa atha'na" ("Kami
dengar dan kami taat"). Ketika itu ia mengangkat tangan ke atas seraya
berkata: "Ya Allah, yang kuinginkan untuk mereka hanyalah yang terbaik
untuk mereka. Aku khawatir mereka dilanda kekacauan. Aku sudah bekerja untuk
mereka dengan apa yang sudah lebih kau ketahui. Setelah aku berijtihad dengan
suatu pendapat untuk mereka, maka untuk memimpin mereka kutempatkan orang-orang
yang terbaik diantara mereka, yang terkuat mengadapi mereka dan paling
berhati-hati agar mereka menempuh jalan yang benar. Kemudian Abu Bakar
memanggil Umar dengan pesan dan wasiat supaya perang di Irak dan Syam diteruskan
dan jangan bersikap lemah lembut, juga diingatkannya kewajiban orang yang
memegang tampuk pimpinan umat untuk selalu berpegang pada kebenaran, dan bahwa
di samping menyebutkan ayat kasih sayang Allah juga menyebutkan ayat tentang
azab, supaya pada hamba-Nya ada harapan dan rasa takut. Yang diharapkan dari
Allah adalah kebenaran. Jika wasiat ini dijaga, tak ada perkara gaib yang lebih
disukai daripada kematian dan kehendak Allah tidak akan dapat dikalahkan.[12]
Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut
ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Saat
pembai'tannya sebagai kahalifah, ia berkata.: "wahai kaum muslimin, kalian
semua memiliki hak –hak atas diri saya, yang selalu bisa kalian pinta. Salah
satunya adalah jika seorang dari kalian memintakan haknya kepada saya, ia harus
kembali hanya jika haknya sudah di penuhi dengan baik. Hak kalian yang lainnya
adalah permintaan kalian bahwa saya tidak akan mengambil apa pun dari harta
Negara maupun dari harta rampasan pertempuran.
Kalian juga dapat meminta saya untuk menaikkan upah dan gaji kalian
seiring dengan meningkatnya uang yang masuk ke dalam kas Negara, dan saya akan
meningkatkan kehidupan kalian dan tidak akan membuat kalian sengsara. Juga
merupakan hak, apabila kalian pergi ke medan perttempuran, saya tidak akan
menahan kepulangan kalian, dan ketika kalian sedang bertempur saya akan menjaga
keluarga kalian laksana seoraang ayah.
Wahai kaum muslimin, bertakwalah
serlalu kepada Allah, maafkanlah kesalahan-kesalahan saya dan bantulah saya
dalam mengembang tugas ini. Bantulah saya dalam menegakkan kebenaran dan
memberantas kebatilan. Nasehatilah saya dalam pemenuhan kewajiban-kewajiban
yang tilah diamanahkan oleh Allah swt.[13] Umar
menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulillah (pengganti dari pengganti
Rasulullah). [14]
Dan dialah yang pertama kali diberi gelar Amir al- Mu'minin (Komandan
orang-orang yang beriman).[15]
Beberapa hari setelah itu Abu Bakar meninggal, setelah itu Umar menggantikan
jabatan khalifah Islam dan meneruskan kebijakan-kebijakan yang sebelumnya telah
ditempuh oleh khalifah Abu Bakar. Dalam waktu yang tidak lama Umar berhasil menundukkan
kekuasaan imperium Persia dan Romawi menjadi bagian dari kekuasaan Islam.[16]
C.
Perkembangan
Islam pada masa Pemerintahan Umar bin Khattab
Keberhasilan yang dicapai pada masa pemerintahan Umar bin Khattab
banyak ditentukan oleh berbagai kebijakan dalam mengatur dan menerapkan sistem
pemerintahan. Tatkala Umar memangku sebagai khalifah, terdapat sejumlah
peperangan dalam rangka upaya ekspansi wilayah Islam, antara lain pada tahun 14
H/635 M terjadi perang Yarmuk dimana kaum muslimin (berjumlah 24.000) berada di
bawah panglima perang Khalid bin Walid sedang berperang melawan pasukan Romawi
(lebih dari 200.000 personel). Meletuslah peperangan yang demikian sengit
dimana Allah menggoyahkan pasukan musuh dan kafir. Orang-orang Romawi melarikan
diri dan dikejar oleh kaum muslimin. Mereka berhasil memperoleh rampasan perang
dalam jumlah besar dalam perang ini. Setelah itu pasukan Islam terus maju
dengan panglimanya Ubaidah ibnul-jarrah yang juga ditemani oleh Khalid bin Walid
menuju kota-kota di Syam. Pasuka Islam mampu menguasai Fahl Baisyan, kemudian
Damaskus dan Himsh. Menyusul kemudian Qanisrin, Qaisarah, dan Biqa' serta
Ba'labak. Setelah itu Ajnadain dan kota-kota Al-Jazirah serta kota-kota
Lainnya.
Pada tahun ini pula terjadi perang Qadhisiyah di bawah pimpinan
Saad bin Abi Waqqash, dimana pasukan Persia menggunakan pasukan gajah yang
besar. Kaum muslimin berhasil mencongkel matanya sehingga membuat gajah itu
mengamuk menyerang pasukan Persia sendiri dan membunuh mereka.
Pada tahun 15 H/636 M, pasukan Islam melakukan pengepungan terhadap
Baitul Maqdis. Para pemimpin Baitul Maqdis meminta kepada pasukan Islam agar
mendatangkan Umar kesana dalam rangka penyerahan Baitul maqdis secara langsung
kepadanya. Maka berangkatlah Umar ke Syam. Akhirnya, para pendeta Kristen di
tempat itu menyerahakan kunci Baitul Maqdis kepada Khalifah Umar. Mereka siap
berdamai dan membayar Jizyah.
Pada tahun 16 H/637 M, kaum muslimin
memasuki Madian yang merupakan ibukota dan pusat pemerintahan kekaisaran
Persia. Kota itu telah kosong karena Kaisar Persia Yazdajir dan penduduk
setempat telah melarikan diri, dan ruang besarnya dalam istana dijadikan
sebagai tempat untuk shalat.[17]
Pada
tahun 17 H/638 M, penguasa Romawi berusaha menguasai Syiria kembali dengan
menghasut masyarakat Jazirah. Dalam hal ini sesungguhnya bangsa Arab tidak
bermaksud untuk memperluas wilayah kekuasaannya, namun mereka terpaksa
bertempur untuk mempertahankan wilayah jazirah yang telah menjadi kekuasaannya.
Pada akhir tahun 18 H/639 M, khalifah memerintahkan pasukan muslim yang telah
berada di Palestina agar segera berangkat ke negeri Mesir. Mesir adalah negeri
yang sangat strategis dan sangat subur tanahnya dengan hasil pertanian yang
sangat melimpah, sementara saat itu, Mesir adalah negeri makmur lantaran arus
sungai Nil mengalir ke seluruh permukaan negeri ini sehingga membuat tanah
negeri ini subur sehingga dikenal sebagai "anugrah sungai Nil". Maka
dalam rangka memperbaiki perekonomian Islam dan sekaligus untuk memperlemah
perekonomian romawi, ummat islam merasa perlu menaklukkan Mesir. Dengan 4000
pasukan Amr bin Ash memasuki Mesir melalui selat "Wādi al-Arish".selama
setelah berlangsung pengepungan selama 7 bulan.
Khalifah
Umar ibn al-Khaththab tidak hanya berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam
dalam sepuluh tahun masa pemerintahannya, tetapi ia sekaligus berhasil mengatur
wilayah yang luas tersebut dengan memperkenalkan sebuah sistem administrasi
kepemerintahan. Beliau telah membuktikan diri sebagai seorang administrator
besar sepanjang sejarah Islam. Beliau juga telah membentuk sistem konstitusi
Negara berdasarkan semangat demokrasi dengan membentuk dua badan
permusyawaratan, yakni majelis syura dan majelis penasihat. Setiap masalah penting
selalu dibicarakan dalam majelis syura ini. Dalam beberapa kesempatan Umar
berkata: "sebuah khilafah tidak akan tegak kecuali dengan permusyawaratan.
Posisi seorang khilafah tidak ubahnya sebagai pemangku tanggung jawab umum.
Selain itu khalifah Umar adalah peletak dasar-dasar administrasi pemerintahan
Islam. Ia membagi wilayah Islam menjadi sejumlah propinsi yang masing-masing
dipimpin seorang gubernur, yakni propinsi Makkah, Madinah, Jazirah, Basrah,
Mesir dan Palestina. Gubenur pada saat itu bergelar Wali atau Amir. Selain
sebagai penguasa wilayah propinsi seorang wali juga sebagai panglima militer
dan imam agama. Mereka bertanggung jawab secara langsung kepada khalifah. Masing-masing
propinsi terbagi menjadi sejumlah distrik yang dipimpin oleh seorang 'Amil.[18]
Kebijakan lainnya adalah mendirikan Bait
al-Māl, menempa mata uang, dan menciptakan tahun hijrah.[19] Pendirian
Bait al- Māl dijadikan Umar sebagai lembaga perekonomian Islam dimaksudkan
untuk menggaji tentara militer yang tidak lagi mencampuri urusan pertanian,
para pejabat dan staf-stafnya, para qadi dan tentunya kepada yang berhak
menerima zakat. Adapun sumber keuangan berasal dari zakat, bea cukai, dan bentuk
pajak lainnya. Pajak diterima dalam bentuk uang kontan dan barang atau hasil
bumi. Setelah terbaginya wilayah kepada beberapa propinsi, Bait al-Māl memiliki
cabang cabang yang berdiri sendiri, cabang-cabang tersebut mengeluarkan dana
sesuai dengan keperluan tahun itu dan selebihnya dikirim ke pusat.[20] Umar
juga membentuk sebuah dewan keuangan negara yang bernama "al- Diwan"
baik ditingkat pusat maupun propinsi. Diwan ini menanggung jawab perputaran
pendapatan dan belanja negara. Setelah digunakan untuk pembelanjaan kepentinagn
umum dan kepentingan kesejahteraan masyarakat lemah, Sisa uang didistribusikan
untuk kepentingan ummat Islam dan sebagian untuk keluarga dan kerabat dekat
Nabi dan sebagian untuk kesejahteraan pasukan Islam.
Atas dasar prinsip distribusi
keuangan tersebut, setiap muslim, baik laki maupun perempuan semuanya mendapat
dana santunan, dan penerima dana tersebut terdaftar dalam catatan pejabat
dewan. Selain itu Umar juga mempercayakan perkara pengadilan kepada pejabat
Qadi dengan wilayah kewenangan yang mandiri, mereka menerima gaji tetap untuk
jabatan tersebut.[21]
Umar adalah ahli strategi militer
yang besar. Beliau mengeluarkan perintah operasi militer secara mendetail. Dalam
menaklukkan musuhnya, khalifah banyak menekankan pada segi moral, dengan
menawarkan syarat-syarat yang lunak, dan memberikan mereka segala macam hak
yang sangat membantu memenangkan simpati rakyat, dan itu pada akhirnya membuka
jalan bagi konsolidasi administrasisecara efesien. Beliau melarang keras
tentaranya membunuh orang yang lemah dan menodai kuil serta tempat ibadah
lainnya. Sekali suatu perjanjian ditandatangani, harus ditaati yang tersurat
maupun yang tersirat. Kejujuran dan itegrasi kaum muslimin pada umumnya, serta
kejujuran dan integrasi Khalifah pada khususnya, telah memperkuat kepercayaan
kaum non-muslim pada janji-janji yang diberikan oleh pihak muslimin.[22]
Dalam beberapa departemen, khalifah
telah mengupayakan agar dikepalai para
pegawai yang efisien dan jujur. Ia memisahkan jabatan peradilan dari jabatan
eksekutif. Ini adalah prestasi yang belum pernah dicapai sebelumnya bahkan di
Negara-negara paling modern kini sekalipun. Pengadilan bersifat bebas, bahkan
dari pengawasan gubernur. Dalam menegakkan hukum dan keadilan, qādi bebas
dari rasa takut dan sikap memihak.
Keberhasilan dan efisiensi
pemerintahan Umar terutama karena ia sangat memperhatikan tindak-tinduk para
stafnya. Dalam surat pengangkatannya seorang gubernur dijelaskan secara terinci
hak dan kewajibannya. Surat itui bahkan dibacakan dihadapan khalayak ramai,
sehingga masyarakat umum mengetahui syarat-syarat pengangkatan seorang penguasa
provinsi dan dapat meminta pertanggung jawaban gubernur bersangkutan bila ia
menyalahgunakan kekuasaannya. Ketika berpidato suatu kali di hadapan para
gubernur, khalifah berkata: "ingatlah, saya mengangkat anda bukan untuk
memerintah rakyat, tapi agar anda melayani mereka. Anda harus memberi contoh
dengan tindakan yang baik sehingga rakyat dapat meneladani anda.[23]
Seorang sejarawan Eropa menulis
dalam The Encyclopedia of Islam: Peranan Umar sangatlah besar.
Pengaturan warganya yang non- Muslim, pembentukan lembaga yang mendaftar
orang-orang yang mendapat hak untuk pensiun tentara (diwan), pengadaan
pusat-pusat militer (amsar), yang kemudian di hari berkembang menjadi
kota-kota besar Islam, pembentukan kantor qādi, semuanya adalah hasil
karyanya. Demikian pula keharusan naik haji, hukuman bagi pemabuk, dan hukuman
pelemparan dengan batu bagi orang yang berzina."
Khalifah menaruh perhatian sangat
besar dalam usaha perbaikan keuangan Negara, dengan menempatkannya pada
kedudukan yang sehat. Ia membentuk Diwan (departemen keuangan) yang
dipercayakan menjalankan administrasi pendapatan negara. Pendapatan
persemakmuran berasal dari sumber :1. Zakat atau pajak yang dikenakan
secara bertahap terhadap muslim yang berharta. 2. Khiraj atau pajak
bumi. 3. Jaziah atau pajak perseorangan.[24]
Selain
itu, Umar juga mampu memadukan antara ilmu dan amal. Ia melaksanakan
kepemimpinan dan keadilan dalam batas yang tidak dimampu di lakukan oleh para
penguasa dan raja biasa. Di sisi lain, ia mempunyai zuhud dan kesabaran yang
tidak dimiliki para raja dan bahkan orang-orang yang ahli zuhud sekalipun. Sebagai
seorang khalifah, hidup sahabat nabi ini benar-benar di abadikan untuk mencapai
ridha Ilahi. Ia berjuang bagi kepentingan rakyat, benar-benar memerhatikan
kesejahteraan mereka. Di malam hari, ia sering melakukan investigasi untuk
mengetahui keadaan rakyat jelata yang sebenarnya.
Suatu malam, ia menemukan suatu
gubuk kecil. Dari dalam samar-samar terdengar suara tangis anak-anak. Umar
mendekat dan memerhatikan dengan seksama keadaan gubuk itu. Ia dapat melihat seorang
ibu yang dikelilingi anak-anaknya. Ibu itu kelihatan sedang memasak sesuatu.
Tiap kali anak-anaknya menangis, sang ibu berkata: "Tunggulah, sebentar
lagi makanannya akan matang." Selagi Umar memperhatikan di luar, sang ibu
terus menenangkan anak-anaknya dan mengulangi perkataannya bahwa makanan tak
lama lagi akan matang. Uamar penasaran. Setelah member salam dan meminta izin,
ia masuk dan bertanya, "mengapa anak-anak ibu tak berhenti menangis"?
"Mereka kelaparan!' jawab sang
ibu.
"Mengapa
tak ibu berikan makanan yang sedang ibu masak sedari tadi?" Tanya Umar.
"Tak
ada makanan. Periuk yang dari tadi saya masak hanya berisi batu untuk
mendiamkan anak-anak. Biarlah mereka berfikir bahwa periuk itu berisi makanan.
Mereka akan berhenti menangis karena kelelahan dan tertidur"
Apakah
ibu sering berbuat begini?" Tanya Umar ingin tahu.
"Ya. Saya tidak memiliki keluarga dan suami tempat saya
bergantung. Saya sebatang kara. "jawab sang ibu dengan nada datar,
berusaha menyembunyikan kepedihan hidupnya.
"Mengapa ibu tidak meminta pertolangan kepada khalifah?
Mungkin ia dapat menolong ibu dan anak-anak dengan memberikan uang dari Bait
al-Māl? Itu akan sangat membantu kehidupan ibu dan anak-anak, "ujar
Umar menasehati.
"Khalifah telah berbuat zalim kepada
saya…" jawab si ibu.
"Bagaimana khalifah bisa berbuat zalim
kepada ibu?" Umar ingin tahu
"Saya sangat menyesalkan
pemerintahannya. Seharusnya ia melihat kondisi rakyaatnya dalam kehidupan nyata.
Siapa tahu, adabanyak orang yang senasib dengan saya, "jawab si ibu yang
demikian menyentuh hati Umar.
Umar berdiri dan berkata, "tunggu sebentar, Bu. Saya akan
segera kembali."
Di pengujung malam yang telah larut
itu, Umar bergegas menuju Bait al-Māl. Ia segera mengangkat sekarung
gandum yang besar di pundaknya. Aslam, sahabat membantu membawa minyak samin
untuk memasak.
Karena jarak antara Madinah dengan
rumah sang ibu cukup jauh, keringat bercucuran dari tubuh sang khalifah. Maka,
Aslam berniat membantu Umar untuk mengangkat karung itu. Dengan tegas Umar
menolak, "tidak akan saya biarkan kamu membawa dosa-dosa saya di akhirat
kelak. Biarkan saya membawa karung besar ini karena saya merasa begitu bersalah
atas apa yang yang telah terjadi pada si ibu beserta anak-anaknya. "jawab
Umar dengan napas tersengal-sengal.
Maka, ketika kahlifah menyerahkan
sekarung gandum yang besar kepada si ibu beserta anak-anaknya yang miskin,
betapa gembiranya mereka menerima bahan makanan dari lelaki yang tidak dikenal
ini. Kemudian lelaki tidak dikenal itu memberitahukan kepada si ibu untuk
menemui khalifah besok, untuk mendaftarkan dirinya dan anak-anaknya di Bait
al-Māl.
Betapa terkejutnya si ibu, ketika ke
esokan harinya ia berkunjung ke Madinah. Dia menemukan kenyataan bahwa lelaki
yang tidak dikenal itu tak lain khalifah Umar sendiri.[25]
Meski Allah mengangkatnya sebagai
khalifah, namun Umar tetap Umar sebelumnya. Ia melihat tanggung jawabnya secara
langsung terhadap setiap orang lelaki di jalannya, terhadap setiap perempuan di
rumahnya dan terhadap setiap anak yang menyusu di buaiannya. Ia memulai tanggung
jawabnya terhadap manusia dengan hidup dalam tingkat kehidupan mereka yang
terendah. Sehingga apabila dihidangkan kepadanya makanan yang istimewa, ia pun
berkata "Sunnguh pemimpin yang buruk jika aku makan makanan yang enak dan
meninggalkan tulang-tulangnya bagi orang lain." [26]
Umar adalah profil seorang pemimpin
yang sukses, mujtahid yang ulung, dan sahabat Rasulullah yang sejati. Ia
meriwayatkan 527 hadis.[27]
D.
Akhir
Kekhalifahan Umar bin Khaththab
Umar
memangku jabatan Amir al-Mukminīn selama sepuluh tahun lebih yang penuh
dengan kejayaan, mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah dan agama Allah,
pikiran, kalbu, dan segenap jiwa raganya dikerahkan semata-mata hanya untuk
memikul tanggung jawab yang besar yang diletakkan dibahunya. Khalifah Umar
meninggal sebab kekejaman tangan seorang budak Persia yang bernama "Abu Lu'lu'ah".[28] Khalifah
Umar ditusuk dengan belati beracun pada saat dia sedang melakukan shalat. Ketika
Umar bin Khattab mengucapkan Takbirat al-Ihram, Abu Lu'luah datang dan
berdiri di shaf terdepan yang dekat dengan Khlifah, dia menikam beliau dari
belakang perut dan dada, setelah itu Abu Lu'lu'ah menikam beberapa orang lagi
yang ikut shalat berjamaah sebanyak 13 orang selain Umar bin Khattab sendiri,
karena merasa dirinya sudah terancam budak itu pun bunuh diri. Sebelum
meninggal, Umar bin Khattab menunjuk enam orang sahabatnya dan meminta kepada
mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Mereka adalah
Usman bin Affan, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad bin Abi Waqqash dan Abdur Rahman
bin 'Auf. Dan diakhir hayatnya. Umar bin Khattaab memanggil anaknya Abdullah
bin Umar serta menyuruhnya agar meletakkan pipinya ke lantai dan beliau merasa
ajalnya telah dekat. Setelah itu Umar menghembuskan nafasnya yang terakhir. Umar
wafat pada bulan Dzulhijjah 23 H/644 M., jenasah beliau di shalatkan di dalam
masjid dan dikuburkan disamping kuburan Nabi Muhammad SAW. di Madinah.[29]
BAB III
PENUTUP
Dari uraian
makalah di atas, maka pemakalah dapat menyimpulakan sebagai berikut:
1.
Umar ibn
al-Khattab adalah khalifah yang kedua, yang berasal dari suku Quraisy, yang
pertama kali diberi gelar Amir al- Mu'inin, dia memimpin Negara setelah
Abu Bakar, selama sepuluh tahun yang dikenal sebagai orang yang berani, keras
dan adil dalam memberikan keputusan, serta sebagai sebuah pribadi yang
berkepribadian luar biasa.
2.
Pada masa
pemerintahannya mengalami puncak keemasan, keberhasilan perkembangan Islam
sebagai kekuatan politik ditandai dengan ekspansi wilayah yang berhasil
mengalahkan dan menguasai wilayah perbatasan imperium Romawi dan Persia,
menetapkan sistem administrasi pemerintahan dan prinsip-prinsip demokrasi
dengan membentuk dua badan permusyawatan, yaitu majelis syura dan majelis
penasehat, serta kemajuan-kemajuan dibidang agama, politik, militer, ekonomi,
dan kebudayaan.
3.
Khalifah Umar
bin Khattab menjadi khalifah selama sepuluh tahun lebih, dia mati akibat
tikaman budak Persia pada waktu hendak melakukan shalat Subuh pada bulan
Dzulhijjah 23 H/644 M.
DAFTAR PUSTAKA
Abul
A'la al-Maududi, Al-Khilāfah wa Al-Mulk, diterjemahkan Muhammad Al-Baqir,
Khilafah dan Kerajaan, Cet. VII; Bandung: Mizan, 1998
Ahmad Amin,
Husayn, Al- Mi'ah al-Azham fī Tārikh al-Islam, penerjemah; Baharuddin
Fannani, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Cet. III; Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1999.
Ahmad
al-'Usairy, At- Tarikhu Al-Islāmi, penerjemah; Samson Rahman, Sejarah
Islam, Cet.I; Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003.
Ahmad, Jamil, Seratus Muslim Terkemuka, Cet. VII, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2000.
Ali, K., Sejarah
Islam (Tarikh Pramodern), Ed.I, Cet. 4, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2003
Andi Bastoni,
Hepi, Sejarah Para Khalifah Cet. II; Jakarta: Pustaka al- Kautsar, 2008.
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia,
Jakarta: t.p., 1992/1993
_______, AL-qur'an
Al-Karim dan Terjemahannya Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1995
Haekal, Muhammad
Husain 'Umar bin Khaththāb Cet. 10; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,
2009
Khalid, Muhammad,
Kehidupan para Khalifah Teladan Cet. I; Jakarta: Pustaka Amani, 1995
Mahmud Ra'ana, Irfan,
Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin
Khattab, Cet. II; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990
Ridha, Muhammad,
Al-Faruq 'Umar bin al-Khathtāb", Cet. 6; Beirut, Lubnan: Dar-al-Kutub
al-Islamiyah, 1993 M/1413 H
Yahya Sawiy,
Khaeruddin, Perebutan Kekuasaan Khalifah Menyingkap Dinamika dan Sejarah
Politik Kaum Sunni, Cet. II; Yogyakarta: Safaria Insani Press, 2005
Yatim, Badrin.,
Sejarah Peradaban Islam, Ed.1-19; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007
[1]Khaeruddin
Yahya Sawiy, Perebutan Kekuasaan Khalifah Menyingkap Dinamika dan Sejarah
Politik Kaum Sunni, (Cet. II; Yogyakarta: Safaria Insani Press, 2005), h. 1
[2]Khalid Muhammad
Khalid, Kehidupan para Khalifah Teladan (Cet. I; Jakarta: Pustaka Amani,
1995), h. 94
[3]Husayn Ahmad
Amin, Al- Mi'ah al-Azham fi Tarikh al-Islam, Penerjemah; Baharuddin
Fannani, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Cet. III; Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1999), h. 13
[4]Muhammad Ridha,
Al-Faruq Umar bin al-Khattab", (Cet. VI; Beirut, Lubnan: Dar
al-Kutub al-Islamiyah, 1993M/1413H), h, 8
[5]Syamsuddin
Muhammad ibn Ahmad ibn Usman al-Sahabiy, Tārikh al- Islām wa wafayat al- Musyahir wa al- A'alam, (Cet. IV; Dar al- Kutub wa
al- 'Arabi, 1994 M/1414 H), h. 203
[6]Departemen
Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, (Jakarta: t.p., 1992/1993), h.
1259
[7]Hafsh artinya
anak singa. Panggilan ini di sematkan Nabi pada Perang Badar , Hani al- Hajj, Sirah
ar-Rijal Haula ar-Rasul.
[8]K. Ali, Sejarah
Islam (Tarikh Pramodern), (Ed.I, Cet. 4, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2003), h. 150
[9]Departemen
Agama RI, op. cit., h.1560
[10]Departemen
Agama RI, AL-qur'an Al-Karim dan Terjemahannya (Semarang: PT. Karya
Toha Putra, 1995), h. 270
[11]Ahmad
al-'Usairy,At- Tārikhu Al-Islāmi, Penerjemah; Samson Rahman, Sejarah
islam, (Cet.I; Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003), h. 154
[12]Abul A'la
al-Maududi, Al-Khilāfah wa Al-Mulk, Penerjemah; Muhammad Al-baqir, Khilafah
dan Kerajaan, (Cet. VII; Bandung: Mizan, 1998) h. 112, lihat Muhammad
Husain Haekal, Umar bin Khattab (Cet. 10; Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2009), h. 81
[14]Badrin Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Ed.1-19; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 37
[15]Husayn Ahmad
Amin, loc. cit.
[16]K. Ali, op.
cit,. h, 152
[17]Ahmad
al-'Usairy, op. cit., h. 156-160
[18]K. Ali, op.
cit. h. 171
[19]Badri Yatim, op.
cit. h. 38
[20]Irfan Mahmud
Ra'ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khaththāb, (Cet. II;
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990), h. 148
[21]K. Ali, op.
cit. h. 173
[22]Jamil Ahmad, Seratus
Muslim Terkemuka (Cet. VII, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 29
[23] Ibid, h. 31
[25]Hepi Andi
Bastoni, op. cit., h. 15-16
[26]Khalid Muhammad
Khalid, op. cit. h. 142
[27]Ini menurut
pendapat Syaikh Muhammad Sa'id Mursi dalam bukunya Uzhamah al-Islam.
Namun Muhammad Zainal Abidin Ahmad, Imam Bukhari P{emuncak Ilmu Hadis menyebutkan,
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan 537 hadis dari Umar bin Khattab, h. 44
[28]Budak
al-Mughirah, seorang yang biasa membuat alat pemintal, tukang besi, tukang kayu
dan tukang gambar.