KATA PENGANTAR
Puji syukur, penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. atas segala Kasih-Nya,
sehingga Makalah dengan judul “HUBUNGAN
FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN” dapat
selesai tepat waktu.
Dalam penyusunan Makalah ini, kami senantiasa
mendapat dorongan semangat, spirit, dan bimbingan dari berbagai pihak yang
tidak akan mungkin terlupakan. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini tiada lain disebabkan karena kurangnya
pengetahuan, referensi dan waktu yang tersedia bagi penulis. Oleh karena itu
dengan penuh ketulusan hati sangat diharapkan konstribusinya baik berupa saran-saran
maupun kritikan yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan
makalah ini.
Parepare, 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................... 1
Daftar Isi................................................................................................................... 2
BAB I Pendahuluan ... 3
A.
Latar Belakang..................................................................................... 3
B.
Rumusan Masalah................................................................................ 4
C.
Tujuan Penulisan.................................................................................. 5
BAB
II Pembahasan .............................................................................................. 6
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat …………………………… 6
1. Pengertian
filsafat………………………………………………. 6
2. Ruang
lingkup pandang filsafat………………………………… 8
B. Pengertian
Filsafat Pendidikan.......................................................... 10
C. Bagaimana
hubungan filsafat pendidikan dalam
meningkatkan
mutu pendidikan.................................................................................
13
1.
Problem pokok filsafat dan pendidikan………………………… 13
2.
Nilai-nilai
pendidikan dan tujuan pendidikan.............................. 17
BAB III Penutup.................................................................................................... 25
A.
Kesimpulan........................................................................................ 25
B.
Saran.................................................................................................. 26
Daftar
Pustaka .................................................................................................. 27
HUBUNGAN FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN MUTU
PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Keadaan masyarakat dapat diukur melalui pendidikan,
sesuai dengan pendapat Plato dalam Rapar, yang mengatakan bahwa, kebobrokan
masyarakat takkan dapat diperbaiki dengan cara apapun kecuali dengan
pendidikan. Sebagai contoh tujuan pendidikan kita yang tersebut dalam Bab II
Pasal 4 UU No.2 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu: Pendidikan Nasional
bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UU No.2/1989).
Untuk kepentingan peningkatan kualitas pendidikan,
maka diperlukan ktreativitas dan inovasi dari segala aspek mengenai pendidikan.
Termasuk di dalamnya memahami secara filosofis pendidikan, sehingga dapat
secara garis lurus memberi manfaat dalam meningkatkan mutu pendidikan. Filsafat adalah suatu lapangan pemikiran
dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif). Filsafat menjangkau
semua persoalan dalam daya kemampuan pikiran manusia, filsafat mencoba
mengerti, menganalisa, menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan
secara mendalam. Meskipun kesimpulan-kesimpulan filsafat bersifat hakiki namun
masih relatif dan subjektif.
Apabila
dilihat dari sudut karakteristik objeknya, filsafat dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu (1) Filsafat Umum atau Filsafat Murni, dan (2) Filsafat Khusus
atau filsafat Terapan. Filsafat Umum objeknya adalah kenyataan keseluruhan
segala sesuatu sedangkan Filsafat Khusus mempunyai objek kenyataan salah satu
aspek kehidupan manusia yang penting (misalnya: hukum, sejarah, seni, ilmu,
pendidikan, dan sebagainya). Secara lebih konsepsional, Filsafat pendidikan
dapat dibataskan sebagai salah satu bentuk teori pendidikan yang dihasilkan
melalui riset, baik kuantitatif maupun kualitatif.
Apabila
ditinjau dari Filsafat Pendidikan sebagai filsafat khusus, maka Filsafat
Pendidikan menjadi sebuah hal yang signifikan dalam peningkatan mutu pendidikan
yang nantinya akan diarahkan pada upaya pencapaian pendidikan itu sendiri. Dari
uraian di atas, penulis mengarahkan pembahasan pendidikan pada judul: ”HUBUNGAN FILSAFAT ILMU PENDIDIKAN DALAM
UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN ”
B.
RUMUSAN MASALAH
Bertolak dari latar belakang tersebut,
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Seperti apa gambaran
dan ruang lingkup filsafat itu?
2. Seperti apa gambaran filsafat
pendidikan itu?
3. Bagaimana hubungan filsafat
pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan ?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun
tujuan penulisan adalah sebagai berikut:
1.
Seperti apa
gambaran dan ruang lingkup filsafat itu?
2. Seperti apa gambaran filsafat pendidikan itu?
3. Bagaimana
hubungan filsafat pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT
1.
Pengertian
Filsafat
Kata filsafat atau falsafat berasal dari bahasa Yunani. Kalimat ini berasal dari kata
Philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang
berarti cinta, senang, suka, dan kata Sophia yang berarti pengetahuan,
hikmah,dan kebijaksanaan (Ali, 1986:7). Dengan demikian dapat ditarik suatu
pengertian bahwa filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran,
suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang yang berfilsafat adalah orang
yang mencintai kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.
Imam
Barnadib menjelaskan, filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan
sistematis. Dikatakan menyeluruh karena filsafat bukan hanya sekedar
pengetahuan melainkan juga suatu pandangna yang dapat menembus sampai di balik
pengetahuan itu sendiri. Dengna pandangan yang demikian lebih terbuka
kemungkinan untuk menemukan hubungan dan pertalian antara semua unsur yang
dipertinggi, dengan mengarahkan perhatian dan kedalaman mengenai kebajikan.
Dikatakan sistematis karena filsafat menggunakan berpikir secara sadar, teliti
dan teratur sesuai dengan hukum-hukum yang ada (Barnadib, 1994:11-12).
Karena
pemikiran-pemikiran yang bersifat filsafat didasarkan atas pemikiran yang
bersifat spekulatif, maka nilai-nilai kebenaran yang dihasilkannya juga tak
terhindarkan dari kebenaran yang spekulatif. Hasilnya akan sangat tergantung
dari pandangan filosof yang bersangkutan. Oleh karena itu pendapat yang baku
dan diterima oleh semua orang agak sulit diwujudkan. Padahal kebenaran yang
ingin dicapai oleh filsafat ialah kebenaran yang bersifat hakiki, hingga niali
kebenaran tersebut dapat dijadikan pandangan hidup manusia. Filsafat menjangkau
semua persoalan dalam daya kemampuan pikiran manusia, filsafat mencoba
mengerti, menganalisa, menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan
secara mendalam. Meskipun kesimpulan-kesimpulan filsafat bersifat hakiki namun
masih relatif dan subjektif.
Dengan
demikian kebenaran filsafat adalah kebenaran yang relatif. Artinya kebenaran
itu sendiri selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan
peradaban manusia. Bagaimanapun penilaian tentang sesuatu kebenaran yang
dianggap benar itu masih sangat tergantung oleh ruang dan waktu. Apa yang
dianggap benar oleh suatu masyarakat atau bangsa lain, belum tentu akan dinilai
sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa lain, meskipun dalam kurun
waktu yang sama. Sebaliknya sesuatu yang dianggap benar oleh sesuatu masyarakat
atau bangsa tertentu dalam suatu zaman, akan berbeda pada zaman berikutnya.
Maka adalah wajar jika pengertian filsafat itu selalu mengalami perubahan.
Filsafat
dibutuhkan manusia dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam
berbagai lapangan kehidupan manusia, jawaban itu merupakan hasil pemikiran yang
sistematis, integral, menyeluruh dan mendasar. Jawaban seperti itu juga digunakan
untuk mengatasi masalah-masalah yang menyangkut berbagai bidang kehidupan
manusia, termasuk bidang pendidikan.
2. Ruang lingkup Pandang Filsafat
Tiap-tiap pengetahuan mempunyai objek masing-masing.
Biologi mempunyai objek tumbuh-tumbuhan, manusia dan hewan. Kimia mempunyai
objek unsur-unsur dan materi. Jika kita mengamati semua cabang-cabang ilmu
pengetahuan itu, ternyata objeknya adalah alam kodrat, namun daripadanya
menimbulkan beberapa cabang ilmu yang berdiri sendiri.
Kemudian,
apakah objek dari filsafat itu? Dan jawabnya adalah bahwa objek filsafat itu
dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Objek materi filsafat terdirir dari tiga persoalan pokok yaitu:
1. Masalah Tuhan, yang sama sekali di luar
atau di atas jangkauan ilmu pengetahuan biasa;
2. Masalah alam yang belum atau tidak dapat
dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa;
3. Masalah manusia yang juga belum atau tidak
dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa.
- Objek forma filsafat: mencari keterangan sedalam-dalamnya, sampai ke akar persoalan, sampai kepada sebab-sebab dan mengapanya yang terakhir tentang objek materi filsafat, sepanjang kemungkinan yang ada pada akal budi manusia.
Kemudian dari tiap-tiap objek itu juga masih
diselidiki oleh filsafat misalnya kita mengambil manusia sebagai objek. Manusia seperti kita lihat dari beberapa
segi seperti jiwanya saja. Dengan demikian tumbuhlah filsafat tentang jiwa
manusia, yang disebut Psychology.
Jiwa manusia mempunyai alat berupa akal, rasa, dan kehendak. Akal manusia yang
dipakai sehari-hari itu diselidiki pula oleh filsafat, yang disebut logika.
Logika menuntun pandangan lurus dalam praktek berpikirnya akal menuju kebenaran
dan menghindari budi menempuh jalan yang salah dalam berpikir. Jika yang
diselidiki cara bertindaknya akal tersebut logika formal, sedang yang kalau diselidiki
itu control dari inti atau isi bertindaknya akal disebut logika materiil.
Dengan logika materil dapat dikontrol apakah hasil bertindaknya atau sudah
cocok dengan kenyataan sebenarnya. Di dalam ilmu pengetahuan kita biasa memakai
hasil-hasil dari logika formal dan materil secara bersama-sama.
Selanjutnya
ilmu pengetahuan itu sendiri menjadi objek daripada filsafat yakni filsafat
ilmu pengetahuan. Di dalam sejarah pemikiran teori pengetahuan menjadi sistem
filsafat yang membicarakan masalah-masalah tentang asal, sifat, kondisi
pengetahuan dan sebagainya.
Yang
berhubungan dengan alat kejiwaan yang lain adalah rasa, maka timbullah filsafat
yang disebut estetika. Dengan menggunakan hasil dari estetika ini kita dapat
menyadari tentang sikap kita terhadap hal-hal yang kita pandang sebagai sesuatu
yang indah atau estetis. Mengenai kehendak , timbullah filsafat tentang
perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak yang merupakan tindakan-tindakan
susila yang disebut etika. Dengan filsafat ini kita lebih dapat menyadari
tentang perbuatan-perbuatan manusia mana yang baik dan mana yang buruk
berdasarkan ukuran kesusilaan.
Hasil
daripada usaha manusia menyangkut akal, rasa dan kehendak dapat dijadikan satu
yang disebut filsafat kebudayaan, sebab kebudayaan mengenai ketiga segi dari
alat-alat kejiwaan manusia. Sedangkan filsafat tentang hidup kemanusiaan,
disebut filsafat antropologi, yang menerangkan tentang apa sebenarnya manusia
itu dan apa fungsi manusia di dunia ini dan seterusnya.
Dari uraian di atas, walaupun masih sebagian saja dari uraian dan sudut
pandang filsafat yang sangat luas dan umum serta tidak terbatas itu, kiranya
sudah dapat memberikan kejelasan bahwa filsafat sebagai cabang-cabang ilmu
pengetahuan yang lain dapat berdiri sendiri selain mempunyai objek juga
mempunyai sudut pandang yang mutlak perlu bagi setiap ilmu, dan bahkan di
samping objek daripada filsafat seperti adanya filsafat hukum, filsafat
politik, filsafat ekonomi, filsafat sejarah, filsafat bahasa, dan filsafat
pendidikan.
B. Pengertian Filsafat Pendidikan
Berbagai
pengertian (definisi) tentang Filsafat Pendidikan yang telah dikemukakan oleh
para ahli seperti Al-Syaibany (1979:36) mengartikan bahwa filsafat pendidikan
yaitu aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai
jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya,
bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat
yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat, filsafat pendidikan dan
pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan.
Menurut John. Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan
dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya piker (intelektual) maupun
daya perasaan (emosional), menuju kearah tabi’at manusia, maka filsafat bias
juga diartikan sebagai teori umum pendidikan.
Barandib
(1993:3) mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pdda
hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan.
Karenanya, dengan bersifat filosofis, bermakna bahwa filsafat pendidikan
merupakan aplikasi sesuatu analisa filosofis terhadap bidang pendidikan. Untuk
mendapatkan pengertian tentang filsafat pendidikan yang lebih sempurna atau
jelas, ada baiknya kita melihat beberapa konsep mengenai pengertian pendidikan
itu. Pendidikan adalah bimbingan secara sadar dari pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya manusia yang
memiliki kepribadian yang utama dan ideal. Yang dimaksud dengan kepribadian
yang utama atau ideal adalah kepribadian yang memiliki kesadaran moral dan
sikap mental secara teguh dan sungguh-sungguh memegang dan melaksanakan ajaran
atau prinsip-prinsip nilai (filsafat) yang menjadi pandangan hidup secara
individu, masyarakat maupun filsafat bangsa dan Negara.
Dengan
demikian dari uaraian dia atas dapat kita tarik suatu pengertian bahwa filsafat
pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normative dalam bidang pendidikan
merumuskan kaidah-kaidah norma-norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan
yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Filsafat
dilihat dari fungsinya secara praktis adalah sebagai sarana bagi manusia untuk
dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk
dalam problematika di bidang pendidikan. Oleh karena itu apabila dihubungkan
dengan persoalan pendidikan secara luas, maka dapat kita simpulkan bahwa
filsafat merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi tercapainya
pelaksanaan dan tujuan pendidikan. Jadi filsafat pendidikan adalah ilmu yang
pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang
pendidikan yang merupakan penerapan analisa filosofis dalam lapanagan
pendidikan.
Dalam
hubungan antara filsafat (umum) dan filsafat pendidikan, maka filsafat
pendidikan memiliki batasan-batasan, sebagai berikut: Pertama, filsafat
pendidikan merupakan pelaksana pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam
bidang pengalaman kemanusiaan yang disebut pendidikan. Maka filsafat pendidikan
berusaha untuk menjelaskan dan menerangkan supaya pengalaman bermanusia ini
sesuai dengan kehidupan baru. Filsafata pendidikan mengandung upaya untuk
mencarikonsep-konsep yang menempatkan manusia ditengah gejala-gejala yang
bervariasi dalam proses pendidikan. Kedua, mempelajari filsafat pendidikan
karena adanya kepercayaan bahwa kajian itu sangat penting dalam mengembangkan
pandangan terhadap proses pendidikan dalam upaya memperbaiki keadaan
pendidikan. Ketiga, filsafat pendidikan memiliki prinsip-prinsip, kepercayaan,
konsep, andaian yang terpadu satu sama lainnya. Prinsip-prinsip yang
dimaksudkan ialah kepercayaan-kepercayaan, andaian-andaian yang dipercayai
terhadap masalah-masalah pendidikan.
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa filsafat pendidikan dapat dilakukan pada segala
macam dan bentuk pendidikan, termasuk pendidikan Islam, dengan menentukan
prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang berasal dari ajaran Islam atau
sesuai dengan jiwa ajaran Islam yang mengandung kepentingan pelaksanaan dan
bimbingan dalam pendidikan. Mengingat antara filsafat dan pendidikan mempunyai
keterkaitan erat dan kokoh, maka tugasnya pun seiring yakni berupaya bersama
dalam memajukan hidup umat manusia (Arifin, 1993:2).
D. Bagaimana Hubungan Filsafat Pendidikan Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Filsafat sebagai ilmu yang mengadakan tinjauan dan
mempelajari objeknya dari sudut hakikat juga mengadakan tinjauan dari segi
sistematik, artinya tinjauan dengan memperoleh pandangan mengenai
problem-problemnya yang utama dan lapangan penyelidikannya yang saling
berhubungan. Dalam tinjauan dari
segi sistematik ini filsafat berhadapan dengan tiga masalah utama yaitu:
1.
Realita,
ialah mengenai kenyataan, yang selanjutnya menjurus kepada masalah kebenaran.
Kebenaran akan timbul bila orang telah dapat menarik kesimpulan bahwa
pengetahuan yang telah dimiliki ini telah nyata. Realita atau kenyataan
ini dipelajari oleh metafisika.
2.
Pengetahuan, yang berusaha menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti apa hak pengetahuan, cara manusia memperoleh dan
menangkap pengetahuan itu, dan jenis-jenis pengetahuan. Pengetahuan dipelajari
oleh epistemologi
3.
Nilai, yang dipelajari oleh cabang filsafat yang
disebut aksiologi. Pertanyaan yang dicari jawabnya antara lain adalah seperti;
nilai-nilai yang bagaimanakah yang dikehendaki oleh manusia dan yang dapat
digunakan sebagai dasar hidupnya.8)
Menurut John S. Brubacher bahwa problema-problema
filsafat tersebut adalah juga merupakan problem esensil dari pendidikan, antara
filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang erat satu sama lain.
Pendidikan, dalam pengembangan konsep-konsepnya dapat anatara lain, menggunakan
sebagai dasar hasil-hasil yang dicapai oleh cabang-cabang di atas. Misalnya, dalam menyelidiki dan mengembangkan
tujuan-tujuan pendidikan diperlukan pendirian pandangan dunia yang bagaimanakah
di mana kita hidup ini, dan jika sampai kepada persoalan ini pendidikan berarti
masuk dalam lingkungan metafisika. Sedangkan epistimologi diperlukan antara
lain dalam hubungannya dengan penyusunan dasar-dasar kurikulum, karena
kurikulum diumpamakan sebagai jalan raya yang harus dilewati oleh siswa dalam
usahanya untuk memahami pengetahuan. Selanjutnya aksiologi sebagai cabang
filsafat yang mempelajari nilai-nilai dan dunia nilai menjadi penentu dan dasar
tujuan-tujuan pendidikan. Tujuan
pendidikan yang dirumuskan tanpa memperhatikan ajaran dari dunia nilai adalah
hampa. Selain daripada itu aksiologi akan memberikan sumbanagan dalam
memberikan penilaian hasil-hasil pendidikan dari proses pandidikan dalam kedudukannya
sebagai gejala social, cultural dan politis dan lebih-lebih lagi apabila
pembahasan pendidikan bersangkut paut dengan masalah kesusilaan dan keagamaan.
Uraian tadi
jika dipahami lebih jauh memberikan pengertian bahwa filsfat mencakup
nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dan dijadikan pedoman dalam perbuatan,
terutama dalam pekerjaan mendidik. Atau kata lain mendidik tidak lain daripada
merealisasikan nilai-nilai yang dimiliki guru selama nilai-nilai tersebut tidak
bertentangan dengan hakekat anak didik. Nilai-nilai dalam pendidikan adalah
bersumber pada filsafat yang telah berakar dalam sosio cultural atau
kepribadian suatu bangsa yang akan tumbuh sebagai realita dan filsafat hidup.
Jadi jelaslah bahwa ide-ide filsafat menentukan pendidikan. Dan jika masalah
pendidikan adalah merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan
kehidupan manusia, maka berarti masalah kependidikan pun mempunyai ruang
lingkup yang luas yang didalamnya terdapat masalah yang sederhana yang
menyangkut praktek dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi banyak pula diantaranya
yang menyangkut masalah yang bersifat mendasar dan mendalam sehingga memerlukan
bantuan ilmu-ilmu lain untuk memecahkannya. Dan bahkan pendidikan juga
menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin dijawab dengan menggunakan
analisa ilmiah semata tetapi memerlukan analisa dan pemikiran yang mendalam
atau analisa secara filosofis pula, misalnya:
1. Apakah pendidikan itu bermanfaat, atau
mungkin, guna membina kepribadian manusia,atau tidak. Apakah potensi heriditas
yang menentukan kepribadian ataukah faktor-faktor dari luar (alam sekitar dan
pendidikan). Mengapa anak yang potensi heriditasnya relatif baik, tanpa
pendidikan dan lingkungan yang baik tidak mencapai perkembangan kepribadian
sebagaimana diharapkan. Sebaliknya, mengapa seorang anak yang abnormal, potensi
heriditasnya relatif rendah, meskipun dididik dengan positif dan lingkungan
yang baik tak akan berkembang normal
2. Apakah tujuan pendidikan itu sesungguhnya.
Apakah pendidikan itu guna individu sendiri, atau untuk kepentingan social;
apakah pendidikan itu dipusatkan bagi pembinaan manusia pribadi, ataukah
masyarakatnya. Apakah pembinaan pribadi manusia itu demi kehidupan yang riil
dalam masyrakat dan dunia ini ataukah bagi kehidupan akherat yang kekal.
3. Apakah hakekat masyarakat itu, dan
bagaimanakah kedudukan individu di dalam masyarakat; apakah pribadi itu
independent ataukah dependen di dalam masysrakat. Apakah hakekat pribadi
manusia itu, manakah yang utama yang sesungguhnya baik untuk didikan bagi
manusia itu, apakah ilmu, intelek atau akalnya, ataukah kemauan, ataukah
perasaan (akal, karsa dan rasa); Apakah pendidikan jasmani atau rokhani dan
moral yang lebih utama, ataukah pendidikan kecakapan-kecakapan praktis (skill),
jasmani yang sehat ataukah semuanya.
4. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang
ideal, apakah pendidikan (curriculum)
yang diutamakan yang relevan dengan pembinaan kepribadian sehingga cakap
memangku suatu jabatan di masyarakat. Apakah curriculum yang luas dengan kosekuensi kurang intensif
penguasaannya sehingga praktis.
5.
Bagaimana
asas penyelenggaraan pendidikan yang baik, sentralisasi atau desentralisasi dan
otonomi; oleh negara ataukah oleh swasta. Apakah dengan leadership yang
instruktif atau secara demokratis.
6.
Bagaimana metode pendidikan yang efektif membina
kepribadian baik teoretis ilmiah, kepemimpinan, maupun moral dan aspek-aspek sosial
dan skill yang praktis.
Problem-problem tersebut merupakan sebagian dari
contoh-contoh problematika pendidikan yang dalam pemecahannya memerlukan
pemikiran yang mendalam dan sistematis bagi tiap-tiap pendidik sehingga dalam
melaksanakan funsinya akan lebih mantap. Dengan menyadari kebenaran dari
jawaban-jawban problema tadi merupakan prinsip fundamental bagi keberhasilan
suatu tugas kependidikan. Dan dengan
memahami asas filosofis tadi maka filsafat pendidikan merupakan asas normatif
di dalam pendidikan.
BAB III
P E N U T U P
A.
Kesimpulan
Dari uraian di atas apa yang ditawarkan oleh bebrapa
ahli tersebut kiranya dapat terlihat dari tujuan pendidikan terutama di Indonesia.
Filsafat sebagai suatu lapangan studi, banyak memberikan nilai kegunaan bagi
yang mempelajarinya, antara lain:
1.
Bilamana telah memiliki filsafat hidup, pandangan hidup
yang mantap yang akan menentukan kriteria baik buruknya tingkah laku yang telah
dipilih atas dasar keputusan batin sendiri yang berarti manusia telah memiliki
kebebasan dan kepribadian sendiri.
2.
Kehidupan dan penghidupan ke arah gejala yang negatif
dalam keadaan masyarakat yang serba tidak pasti akan dapat dikurangi dan
dihindari karena telah memiliki pengertian tentang filsafat hidup.
3. Tingkah
laku manusia pada dasarnya di tentukan oleh filsafat hidupnya, maka dari itu
manusia harus memiliki filsafat agar tingkah lakunya lebih bernilai
B.
Saran
Adapun
saran-saran penulis terkait dengan pembahasan tentang hubungan filsafat
ilmu pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan menghimbau kepada seluruh elemen pendidikan, melihat
pendidikan nasional sebagai sebuah jembatan dalam merealisasikan tujuan
pendidikan yang secara filosofis membelajarkan kita akan makna nilai dan
norma-norma dalam hidup dan kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Endang Saefuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, Surabaya, P.T.
Bina Ilmu, 1982
,
Sidi Gazalba, Sistimatika
Filsafat (II), Jakarta; Bulan Bintang, 1973, hal.136.
Fuad Hassan, Berkenalan
dengan Exsistensialisme, Jakarta: Pustaka Jaya, 1971, hal.7.
Ahmad D.
Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam, Bandung: Al Ma’arif, 1963,
Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan, Surabaya:
Usaha Nasional, 1988
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan-Sistem dan Metode,
Yogyakarta:Yayasan Penerbit FIP IKIP Yogyakarta, 1985
Mohamad Noor Syam, Filsafat
Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya:Usaha Nasional,
1988, hal.48-50.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar