Selasa, 26 April 2016

MAKALAH SEJARAH UMAR BIN KHATTAB



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Kedatangan Islam memberikan dinamika baru bagi manusia dan peradaban. Selain memberikan iklim politik baru, Islam juga memberikan sistem baru yang didasarkan pada ajaran-ajarannya, seperti: tidak mendapatkan tantangan, Islam memulai kegiatan politiknya berhadapan dengan suku-suku yang sudah eksis kemudian memperluas pengaruhnya. Bahkan dalam menjalankan kebijakan politiknya, Islam mengatur tata cara perang (jihad) demi untuk melindungi umatnya dan melebarkan sayap kekuasaannya.[1]
Dalam perjalanan sejarah  diketahui bahwa, Umar adalah orang yang besar dalam kesederhanaan, orang yang dilahirkan oleh kemanusiaan dan didik oleh Islam. Beliau penguasa mukmin yang apabila disebutkan pemimpin-pemimpin negara dan pemerintahan sejak fajar sejarah manusia hingga akhir ini, maka beliau adalah orang yang terbesar di antara mereka, paling baik dan paling bersih. Beliau ahli ibadah dan pengajar yang membetulkan pengertian-pengertian kehidupan.[2] Dalam pandangan orang Nasrani, Umar merupakan orang Islam yang paling mirip dengan Paulus, rasul pengikut Nasrani. Bukan karena kisah kepindahannya yang sangat mengejutkan, tetapi karena Umar dalam menegakkan tiang agama baru itu tidak kurang penting dan tidak kalah jika dibandingkan peran Paulus dalam agama Nasrani.  Bahkan Nabi SAW pernah berkata kepada Umar "Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar." "Dan jika saja ada Nabi sesudah diriku, maka Umarlah nabi itu."[3]
Dengan pernyataan tersebut, maka diperlukan sejarah terlebih dahulu, dan sebuah kajian yang mendalam tentang sosok  Umar bin Khattab sebagai khalifah memiliki begitu banyak catatan sejarah yang menarik untuk diungkapkan baik yang berkaitan dengan riwayat hidupnya yang mulia, serta kegiatan-kegiatan yang di lakukannya selama menjabat sebagai khalifah, sehingga posisi Umar akan menjadi jelas.

B.       Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mencoba merumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini yang berjudul " Umar ibn al-Khattab (Perkembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik) adalah
1.      Bagaimana biografi Umar bin Khattab ?
2.      Bagaimana proses pembai'atan Umar bin khattab?
3.      Sejauh mana ekspansi wilayah Islam serta kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diterapkan oleh Umar bin Khattab dalam menjalankan roda kepemimpinannya?
4.      Bagaimana akhir pemerintahan Umar bin khattab?













BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Umar bin Khaththab
Beliau adalah Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Abdil 'Uzza bin Rubah bin Abdullah bin Qurth bin Rizah bin 'Adiy bin Ka'ab bin Luay bin Galib al-Qurasyi al-'Adawy. Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah bin Abdillah bin Umar bin Makhzum[4] saudara Abi Jahl, beliau masuk Islam tahun keenam  kenabian dan berusia 27 tahun.[5]
Umar dilahirkan di Mekkah tahun 586 M dari keturunan suku Quraisy yang terpandang dan terhormat dikalangan kota Mekkah. Dari garis ayah, silsilah keturunan Umar bin Khaththab bertemu dengan garis keturunan nabi Muhammad SAW. pada nenek yang ketujuh. Dari garis ibu, bertemu pula dengan garis keturunan nabi Muhammad SAW. pada nenek yang  keenam. Umar bin Khattab adalah seorang yang terkenal tegas, berani dan fasih berbicara dan berpidato. Karena itu beliau sering menjadi wakil atau utusan kaum Quraisy dalam pertemuan atau perundingan dengan suku-suku lainnya baik di Mekkah maupun diluar kota Mekkah.[6] Beliau  semula dipanggil dengan gelar Abu Hafs[7], dan setelah memeluk Islam Nabi saw memberi gelar al-Faruq (pemisah antara yang hak dan batil). Pada masa mudanya, Umar adalah seorang pegulat dan orator yang ulung. Beliau merupakan salah seorang sahabat yang telah mengenal baca tulis. Berdagang merupakan usahanya yang paling utama.[8]
Sebelum masuk agama Islam, Umar bin Khaththab merupakan salah seorang yang diantara kaum kafir Quraisy yang paling ditakuti oleh orang-orang yang sudah masuk agama Islam, karena merasa takut, mereka terpaksa melakukan ibadat secara diam-diam dan sembunyi, beliau juga dikenal sebagai seorang yang sangat memusuhi Islam dan banyak menyiksa kaum muslimin. Setelah beliau  masuk Islam bulan Zulhijjah, enam tahun setelah kerasulan Nabi Muhammad SAW. Pribadi beliau berubah secara drastis dan bertolak belakang dengan keadaan sebelumnya. Beliau berubah menjadi seorang yang gigih, setia membela agama Islam dan orang-orang yang telah menganut agama Islam. Bahkan beliau termasuk salah seorang sahabat yang terkemuka dan paling dekat kepada Nabi Muhammad SAW.[9] Beliau hidup selama 35 tahun dimasa Jahiliyah dan 30 tahun dalam pangkuan Islam.
Abdullah bin Mas'ud berkata: "Sesungguhnya masuk Islamnya Umar adalah sebuah penaklukan, hijrahnya adalah sebuah kemenangan, dan pemerintahannya adalah rahmat." Selain itu Umar merupakan salah seorang sahabat yang selalu dimintai pertimbangan-pertimbangannya oleh Rasulullah. Bahkan, tidak jarang wahyu turun memperkuat pandangan-pandangannya. Salah satunya adalah peristiwa Perang Badar. Setelah Perang Badar, Rasulullah melakukan musyawarah terhadap sahabat-sahabatnya apa yang mesti dilakukan terhadap tawananan perang. Umar mengusulkan agar semua tawanan dibunuh, sedang Abu Bakar mengusulkan agar mereka membayar tebusan. Rasulullah sendiri mengambil pendapat Abu Bakar. Maka Allah menurunkan wahyu yang menguatkan usulan Umar. Sebagaimana firman Allah swt:
$tB šc%x. @cÓÉ<oYÏ9 br& tbqä3tƒ ÿ¼ã&s! 3uŽó r& 4Ó®Lym šÆÏ÷WムÎû ÇÚöF{$# 4 šcr߃̍è? uÚttã $u÷R9$# ª!$#ur ߃̍ムnotÅzFy$# 3 ª!$#ur îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÏÐÈ  
Terjemahannya:
"Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."[10]

Dia juga mengikuti semua peperangan yang dipimpin Rasulullah selalu dekat tidak pernah terpisah dengannya. Umar juga dianggap sahabat kedua setelah Abu Bakar, bahkan dia menjadi penasehat dan tangan kanannya serta banyak terlibat dalam pengendalian roda pemerintahannya.[11]

B.  Pembaiatan Umar bin Al-Khattab
Tatkala Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat tentang siapa yang bakal menggantikannya dan ia menunjuk Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadihnya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Beberapa orang sahabat ketika mendengar saran-saran Abu Bakar mengenai penunjukan Umar sebagai khalifah, mereka merasa khawatir mengingat bahwa bawaan Umar begitu keras dan karena kekerasannya itu umat akan terpecah belah, karena merasa tidak cukup hanya bermusyawarah dengan orang-orang bijaksana di kalangan muslimin, terutama ada pihak yang menentang, dari dalam kamar di rumahnya itu, Abu Bakar menjenguk kepada orang-orang yang ada di masjid, dan kemudian berkata kepada mereka: " Apakah kalian menyetujui orang yang kutunjuk untuk menggantikan kedudukanku sepeninggalku? Sesungguhnya aku, demi Allah, telah bersungguh-sungguh berdaya-upaya memikirkan tentang hal ini, dan aku tidak mengangkat seseorang dari sanak keluargaku, tapi aku telah menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantiku, maka taatla kepadanya." Orang banyak pun berkata: "Sami'na wa atha'na" ("Kami dengar dan kami taat"). Ketika itu ia mengangkat tangan ke atas seraya berkata: "Ya Allah, yang kuinginkan untuk mereka hanyalah yang terbaik untuk mereka. Aku khawatir mereka dilanda kekacauan. Aku sudah bekerja untuk mereka dengan apa yang sudah lebih kau ketahui. Setelah aku berijtihad dengan suatu pendapat untuk mereka, maka untuk memimpin mereka kutempatkan orang-orang yang terbaik diantara mereka, yang terkuat mengadapi mereka dan paling berhati-hati agar mereka menempuh jalan yang benar. Kemudian Abu Bakar memanggil Umar dengan pesan dan wasiat supaya perang di Irak dan Syam diteruskan dan jangan bersikap lemah lembut, juga diingatkannya kewajiban orang yang memegang tampuk pimpinan umat untuk selalu berpegang pada kebenaran, dan bahwa di samping menyebutkan ayat kasih sayang Allah juga menyebutkan ayat tentang azab, supaya pada hamba-Nya ada harapan dan rasa takut. Yang diharapkan dari Allah adalah kebenaran. Jika wasiat ini dijaga, tak ada perkara gaib yang lebih disukai daripada kematian dan kehendak Allah tidak akan dapat dikalahkan.[12]
Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Saat pembai'tannya sebagai kahalifah, ia berkata.: "wahai kaum muslimin, kalian semua memiliki hak –hak atas diri saya, yang selalu bisa kalian pinta. Salah satunya adalah jika seorang dari kalian memintakan haknya kepada saya, ia harus kembali hanya jika haknya sudah di penuhi dengan baik. Hak kalian yang lainnya adalah permintaan kalian bahwa saya tidak akan mengambil apa pun dari harta Negara maupun dari harta rampasan pertempuran.  Kalian juga dapat meminta saya untuk menaikkan upah dan gaji kalian seiring dengan meningkatnya uang yang masuk ke dalam kas Negara, dan saya akan meningkatkan kehidupan kalian dan tidak akan membuat kalian sengsara. Juga merupakan hak, apabila kalian pergi ke medan perttempuran, saya tidak akan menahan kepulangan kalian, dan ketika kalian sedang bertempur saya akan menjaga keluarga kalian laksana seoraang ayah.
Wahai kaum muslimin, bertakwalah serlalu kepada Allah, maafkanlah kesalahan-kesalahan saya dan bantulah saya dalam mengembang tugas ini. Bantulah saya dalam menegakkan kebenaran dan memberantas kebatilan. Nasehatilah saya dalam pemenuhan kewajiban-kewajiban yang tilah diamanahkan oleh Allah swt.[13] Umar menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulillah (pengganti dari pengganti Rasulullah). [14] Dan dialah yang pertama kali diberi gelar Amir al- Mu'minin (Komandan orang-orang yang beriman).[15] Beberapa hari setelah itu Abu Bakar meninggal, setelah itu Umar menggantikan jabatan khalifah Islam dan meneruskan kebijakan-kebijakan yang sebelumnya telah ditempuh oleh khalifah Abu Bakar. Dalam waktu yang tidak lama Umar berhasil menundukkan kekuasaan imperium Persia dan Romawi menjadi bagian dari kekuasaan Islam.[16]

C.  Perkembangan Islam pada masa Pemerintahan Umar bin Khattab
Keberhasilan yang dicapai pada masa pemerintahan Umar bin Khattab banyak ditentukan oleh berbagai kebijakan dalam mengatur dan menerapkan sistem pemerintahan. Tatkala Umar memangku sebagai khalifah, terdapat sejumlah peperangan dalam rangka upaya ekspansi wilayah Islam, antara lain pada tahun 14 H/635 M terjadi perang Yarmuk dimana kaum muslimin (berjumlah 24.000) berada di bawah panglima perang Khalid bin Walid sedang berperang melawan pasukan Romawi (lebih dari 200.000 personel). Meletuslah peperangan yang demikian sengit dimana Allah menggoyahkan pasukan musuh dan kafir. Orang-orang Romawi melarikan diri dan dikejar oleh kaum muslimin. Mereka berhasil memperoleh rampasan perang dalam jumlah besar dalam perang ini. Setelah itu pasukan Islam terus maju dengan panglimanya Ubaidah ibnul-jarrah yang juga ditemani oleh Khalid bin Walid menuju kota-kota di Syam. Pasuka Islam mampu menguasai Fahl Baisyan, kemudian Damaskus dan Himsh. Menyusul kemudian Qanisrin, Qaisarah, dan Biqa' serta Ba'labak. Setelah itu Ajnadain dan kota-kota Al-Jazirah serta kota-kota Lainnya.
Pada tahun ini pula terjadi perang Qadhisiyah di bawah pimpinan Saad bin Abi Waqqash, dimana pasukan Persia menggunakan pasukan gajah yang besar. Kaum muslimin berhasil mencongkel matanya sehingga membuat gajah itu mengamuk menyerang pasukan Persia sendiri dan membunuh mereka.
Pada tahun 15 H/636 M, pasukan Islam melakukan pengepungan terhadap Baitul Maqdis. Para pemimpin Baitul Maqdis meminta kepada pasukan Islam agar mendatangkan Umar kesana dalam rangka penyerahan Baitul maqdis secara langsung kepadanya. Maka berangkatlah Umar ke Syam. Akhirnya, para pendeta Kristen di tempat itu menyerahakan kunci Baitul Maqdis kepada Khalifah Umar. Mereka siap berdamai dan membayar Jizyah.
            Pada tahun 16 H/637 M, kaum muslimin memasuki Madian yang merupakan ibukota dan pusat pemerintahan kekaisaran Persia. Kota itu telah kosong karena Kaisar Persia Yazdajir dan penduduk setempat telah melarikan diri, dan ruang besarnya dalam istana dijadikan sebagai tempat untuk shalat.[17]
            Pada tahun 17 H/638 M, penguasa Romawi berusaha menguasai Syiria kembali dengan menghasut masyarakat Jazirah. Dalam hal ini sesungguhnya bangsa Arab tidak bermaksud untuk memperluas wilayah kekuasaannya, namun mereka terpaksa bertempur untuk mempertahankan wilayah jazirah yang telah menjadi kekuasaannya. Pada akhir tahun 18 H/639 M, khalifah memerintahkan pasukan muslim yang telah berada di Palestina agar segera berangkat ke negeri Mesir. Mesir adalah negeri yang sangat strategis dan sangat subur tanahnya dengan hasil pertanian yang sangat melimpah, sementara saat itu, Mesir adalah negeri makmur lantaran arus sungai Nil mengalir ke seluruh permukaan negeri ini sehingga membuat tanah negeri ini subur sehingga dikenal sebagai "anugrah sungai Nil". Maka dalam rangka memperbaiki perekonomian Islam dan sekaligus untuk memperlemah perekonomian romawi, ummat islam merasa perlu menaklukkan Mesir. Dengan 4000 pasukan Amr bin Ash memasuki Mesir melalui selat "Wādi al-Arish".selama setelah berlangsung pengepungan selama 7 bulan.
             Khalifah Umar ibn al-Khaththab tidak hanya berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam dalam sepuluh tahun masa pemerintahannya, tetapi ia sekaligus berhasil mengatur wilayah yang luas tersebut dengan memperkenalkan sebuah sistem administrasi kepemerintahan. Beliau telah membuktikan diri sebagai seorang administrator besar sepanjang sejarah Islam. Beliau juga telah membentuk sistem konstitusi Negara berdasarkan semangat demokrasi dengan membentuk dua badan permusyawaratan, yakni majelis syura dan majelis penasihat. Setiap masalah penting selalu dibicarakan dalam majelis syura ini. Dalam beberapa kesempatan Umar berkata: "sebuah khilafah tidak akan tegak kecuali dengan permusyawaratan. Posisi seorang khilafah tidak ubahnya sebagai pemangku tanggung jawab umum. Selain itu khalifah Umar adalah peletak dasar-dasar administrasi pemerintahan Islam. Ia membagi wilayah Islam menjadi sejumlah propinsi yang masing-masing dipimpin seorang gubernur, yakni propinsi Makkah, Madinah, Jazirah, Basrah, Mesir dan Palestina. Gubenur pada saat itu bergelar Wali atau Amir. Selain sebagai penguasa wilayah propinsi seorang wali juga sebagai panglima militer dan imam agama. Mereka bertanggung jawab secara langsung kepada khalifah. Masing-masing propinsi terbagi menjadi sejumlah distrik yang dipimpin oleh seorang 'Amil.[18]
            Kebijakan lainnya adalah mendirikan Bait al-Māl, menempa mata uang, dan menciptakan tahun hijrah.[19] Pendirian Bait al- Māl dijadikan Umar sebagai lembaga perekonomian Islam dimaksudkan untuk menggaji tentara militer yang tidak lagi mencampuri urusan pertanian, para pejabat dan staf-stafnya, para qadi dan tentunya kepada yang berhak menerima zakat. Adapun sumber keuangan berasal dari zakat, bea cukai, dan bentuk pajak lainnya. Pajak diterima dalam bentuk uang kontan dan barang atau hasil bumi. Setelah terbaginya wilayah kepada beberapa propinsi, Bait al-Māl memiliki cabang cabang yang berdiri sendiri, cabang-cabang tersebut mengeluarkan dana sesuai dengan keperluan tahun itu dan selebihnya dikirim ke pusat.[20] Umar juga membentuk sebuah dewan keuangan negara yang bernama "al- Diwan" baik ditingkat pusat maupun propinsi. Diwan ini menanggung jawab perputaran pendapatan dan belanja negara. Setelah digunakan untuk pembelanjaan kepentinagn umum dan kepentingan kesejahteraan masyarakat lemah, Sisa uang didistribusikan untuk kepentingan ummat Islam dan sebagian untuk keluarga dan kerabat dekat Nabi dan sebagian untuk kesejahteraan pasukan Islam.
            Atas dasar prinsip distribusi keuangan tersebut, setiap muslim, baik laki maupun perempuan semuanya mendapat dana santunan, dan penerima dana tersebut terdaftar dalam catatan pejabat dewan. Selain itu Umar juga mempercayakan perkara pengadilan kepada pejabat Qadi dengan wilayah kewenangan yang mandiri, mereka menerima gaji tetap untuk jabatan tersebut.[21]
            Umar adalah ahli strategi militer yang besar. Beliau mengeluarkan perintah operasi militer secara mendetail. Dalam menaklukkan musuhnya, khalifah banyak menekankan pada segi moral, dengan menawarkan syarat-syarat yang lunak, dan memberikan mereka segala macam hak yang sangat membantu memenangkan simpati rakyat, dan itu pada akhirnya membuka jalan bagi konsolidasi administrasisecara efesien. Beliau melarang keras tentaranya membunuh orang yang lemah dan menodai kuil serta tempat ibadah lainnya. Sekali suatu perjanjian ditandatangani, harus ditaati yang tersurat maupun yang tersirat. Kejujuran dan itegrasi kaum muslimin pada umumnya, serta kejujuran dan integrasi Khalifah pada khususnya, telah memperkuat kepercayaan kaum non-muslim pada janji-janji yang diberikan oleh pihak muslimin.[22]
            Dalam beberapa departemen, khalifah telah mengupayakan agar  dikepalai para pegawai yang efisien dan jujur. Ia memisahkan jabatan peradilan dari jabatan eksekutif. Ini adalah prestasi yang belum pernah dicapai sebelumnya bahkan di Negara-negara paling modern kini sekalipun. Pengadilan bersifat bebas, bahkan dari pengawasan gubernur. Dalam menegakkan hukum dan keadilan, qādi bebas dari rasa takut dan sikap memihak.
            Keberhasilan dan efisiensi pemerintahan Umar terutama karena ia sangat memperhatikan tindak-tinduk para stafnya. Dalam surat pengangkatannya seorang gubernur dijelaskan secara terinci hak dan kewajibannya. Surat itui bahkan dibacakan dihadapan khalayak ramai, sehingga masyarakat umum mengetahui syarat-syarat pengangkatan seorang penguasa provinsi dan dapat meminta pertanggung jawaban gubernur bersangkutan bila ia menyalahgunakan kekuasaannya. Ketika berpidato suatu kali di hadapan para gubernur, khalifah berkata: "ingatlah, saya mengangkat anda bukan untuk memerintah rakyat, tapi agar anda melayani mereka. Anda harus memberi contoh dengan tindakan yang baik sehingga rakyat dapat meneladani anda.[23]
            Seorang sejarawan Eropa menulis dalam The Encyclopedia of Islam: Peranan Umar sangatlah besar. Pengaturan warganya yang non- Muslim, pembentukan lembaga yang mendaftar orang-orang yang mendapat hak untuk pensiun tentara (diwan), pengadaan pusat-pusat militer (amsar), yang kemudian di hari berkembang menjadi kota-kota besar Islam, pembentukan kantor qādi, semuanya adalah hasil karyanya. Demikian pula keharusan naik haji, hukuman bagi pemabuk, dan hukuman pelemparan dengan batu bagi orang yang berzina."
            Khalifah menaruh perhatian sangat besar dalam usaha perbaikan keuangan Negara, dengan menempatkannya pada kedudukan yang sehat. Ia membentuk Diwan (departemen keuangan) yang dipercayakan menjalankan administrasi pendapatan negara. Pendapatan persemakmuran berasal dari sumber :1. Zakat atau pajak yang dikenakan secara bertahap terhadap muslim yang berharta. 2. Khiraj atau pajak bumi. 3. Jaziah atau pajak perseorangan.[24]
             Selain itu, Umar juga mampu memadukan antara ilmu dan amal. Ia melaksanakan kepemimpinan dan keadilan dalam batas yang tidak dimampu di lakukan oleh para penguasa dan raja biasa. Di sisi lain, ia mempunyai zuhud dan kesabaran yang tidak dimiliki para raja dan bahkan orang-orang yang ahli zuhud sekalipun. Sebagai seorang khalifah, hidup sahabat nabi ini benar-benar di abadikan untuk mencapai ridha Ilahi. Ia berjuang bagi kepentingan rakyat, benar-benar memerhatikan kesejahteraan mereka. Di malam hari, ia sering melakukan investigasi untuk mengetahui keadaan rakyat jelata yang sebenarnya.
            Suatu malam, ia menemukan suatu gubuk kecil. Dari dalam samar-samar terdengar suara tangis anak-anak. Umar mendekat dan memerhatikan dengan seksama keadaan gubuk itu. Ia dapat melihat seorang ibu yang dikelilingi anak-anaknya. Ibu itu kelihatan sedang memasak sesuatu. Tiap kali anak-anaknya menangis, sang ibu berkata: "Tunggulah, sebentar lagi makanannya akan matang." Selagi Umar memperhatikan di luar, sang ibu terus menenangkan anak-anaknya dan mengulangi perkataannya bahwa makanan tak lama lagi akan matang. Uamar penasaran. Setelah member salam dan meminta izin, ia masuk dan bertanya, "mengapa anak-anak ibu tak berhenti menangis"?
            "Mereka kelaparan!' jawab sang ibu.
             "Mengapa tak ibu berikan makanan yang sedang ibu masak sedari tadi?" Tanya Umar.
             "Tak ada makanan. Periuk yang dari tadi saya masak hanya berisi batu untuk mendiamkan anak-anak. Biarlah mereka berfikir bahwa periuk itu berisi makanan. Mereka akan berhenti menangis karena kelelahan dan tertidur"
            Apakah ibu sering berbuat begini?" Tanya Umar ingin tahu.
"Ya. Saya tidak memiliki keluarga dan suami tempat saya bergantung. Saya sebatang kara. "jawab sang ibu dengan nada datar, berusaha menyembunyikan kepedihan hidupnya.
"Mengapa ibu tidak meminta pertolangan kepada khalifah? Mungkin ia dapat menolong ibu dan anak-anak dengan memberikan uang dari Bait al-Māl? Itu akan sangat membantu kehidupan ibu dan anak-anak, "ujar Umar menasehati.
             "Khalifah telah berbuat zalim kepada saya…" jawab si ibu.
             "Bagaimana khalifah bisa berbuat zalim kepada ibu?" Umar ingin tahu
             "Saya sangat menyesalkan pemerintahannya. Seharusnya ia melihat kondisi rakyaatnya dalam kehidupan nyata. Siapa tahu, adabanyak orang yang senasib dengan saya, "jawab si ibu yang demikian menyentuh hati Umar.
Umar berdiri dan berkata, "tunggu sebentar, Bu. Saya akan segera kembali."
            Di pengujung malam yang telah larut itu, Umar bergegas menuju Bait al-Māl. Ia segera mengangkat sekarung gandum yang besar di pundaknya. Aslam, sahabat membantu membawa minyak samin untuk memasak.
            Karena jarak antara Madinah dengan rumah sang ibu cukup jauh, keringat bercucuran dari tubuh sang khalifah. Maka, Aslam berniat membantu Umar untuk mengangkat karung itu. Dengan tegas Umar menolak, "tidak akan saya biarkan kamu membawa dosa-dosa saya di akhirat kelak. Biarkan saya membawa karung besar ini karena saya merasa begitu bersalah atas apa yang yang telah terjadi pada si ibu beserta anak-anaknya. "jawab Umar dengan napas tersengal-sengal.
            Maka, ketika kahlifah menyerahkan sekarung gandum yang besar kepada si ibu beserta anak-anaknya yang miskin, betapa gembiranya mereka menerima bahan makanan dari lelaki yang tidak dikenal ini. Kemudian lelaki tidak dikenal itu memberitahukan kepada si ibu untuk menemui khalifah besok, untuk mendaftarkan dirinya dan anak-anaknya di Bait al-Māl.
            Betapa terkejutnya si ibu, ketika ke esokan harinya ia berkunjung ke Madinah. Dia menemukan kenyataan bahwa lelaki yang tidak dikenal itu tak lain khalifah Umar sendiri.[25]
            Meski Allah mengangkatnya sebagai khalifah, namun Umar tetap Umar sebelumnya. Ia melihat tanggung jawabnya secara langsung terhadap setiap orang lelaki di jalannya, terhadap setiap perempuan di rumahnya dan terhadap setiap anak yang menyusu di buaiannya. Ia memulai tanggung jawabnya terhadap manusia dengan hidup dalam tingkat kehidupan mereka yang terendah. Sehingga apabila dihidangkan kepadanya makanan yang istimewa, ia pun berkata "Sunnguh pemimpin yang buruk jika aku makan makanan yang enak dan meninggalkan tulang-tulangnya bagi orang lain." [26]
            Umar adalah profil seorang pemimpin yang sukses, mujtahid yang ulung, dan sahabat Rasulullah yang sejati. Ia meriwayatkan 527 hadis.[27]

D.  Akhir Kekhalifahan Umar bin Khaththab
            Umar memangku jabatan Amir al-Mukminīn selama sepuluh tahun lebih yang penuh dengan kejayaan, mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah dan agama Allah, pikiran, kalbu, dan segenap jiwa raganya dikerahkan semata-mata hanya untuk memikul tanggung jawab yang besar yang diletakkan dibahunya. Khalifah Umar meninggal sebab kekejaman tangan seorang budak Persia yang bernama "Abu Lu'lu'ah".[28] Khalifah Umar ditusuk dengan belati beracun pada saat dia sedang melakukan shalat. Ketika Umar bin Khattab mengucapkan Takbirat al-Ihram, Abu Lu'luah datang dan berdiri di shaf terdepan yang dekat dengan Khlifah, dia menikam beliau dari belakang perut dan dada, setelah itu Abu Lu'lu'ah menikam beberapa orang lagi yang ikut shalat berjamaah sebanyak 13 orang selain Umar bin Khattab sendiri, karena merasa dirinya sudah terancam budak itu pun bunuh diri. Sebelum meninggal, Umar bin Khattab menunjuk enam orang sahabatnya dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Mereka adalah Usman bin Affan, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad bin Abi Waqqash dan Abdur Rahman bin 'Auf. Dan diakhir hayatnya. Umar bin Khattaab memanggil anaknya Abdullah bin Umar serta menyuruhnya agar meletakkan pipinya ke lantai dan beliau merasa ajalnya telah dekat. Setelah itu Umar menghembuskan nafasnya yang terakhir. Umar wafat pada bulan Dzulhijjah 23 H/644 M., jenasah beliau di shalatkan di dalam masjid dan dikuburkan disamping kuburan Nabi Muhammad SAW. di Madinah.[29]











BAB III
PENUTUP
            Dari uraian makalah di atas, maka pemakalah dapat menyimpulakan sebagai berikut:
1.      Umar ibn al-Khattab adalah khalifah yang kedua, yang berasal dari suku Quraisy, yang pertama kali diberi gelar Amir al- Mu'inin, dia memimpin Negara setelah Abu Bakar, selama sepuluh tahun yang dikenal sebagai orang yang berani, keras dan adil dalam memberikan keputusan, serta sebagai sebuah pribadi yang berkepribadian luar biasa.
2.      Pada masa pemerintahannya mengalami puncak keemasan, keberhasilan perkembangan Islam sebagai kekuatan politik ditandai dengan ekspansi wilayah yang berhasil mengalahkan dan menguasai wilayah perbatasan imperium Romawi dan Persia, menetapkan sistem administrasi pemerintahan dan prinsip-prinsip demokrasi dengan membentuk dua badan permusyawatan, yaitu majelis syura dan majelis penasehat, serta kemajuan-kemajuan dibidang agama, politik, militer, ekonomi, dan kebudayaan.
3.      Khalifah Umar bin Khattab menjadi khalifah selama sepuluh tahun lebih, dia mati akibat tikaman budak Persia pada waktu hendak melakukan shalat Subuh pada bulan Dzulhijjah 23 H/644 M.









DAFTAR PUSTAKA

Abul A'la al-Maududi, Al-Khilāfah wa Al-Mulk, diterjemahkan Muhammad Al-Baqir, Khilafah dan Kerajaan, Cet. VII; Bandung: Mizan, 1998
Ahmad Amin, Husayn, Al- Mi'ah al-Azham fī Tārikh al-Islam, penerjemah; Baharuddin Fannani, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Cet. III; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999.

Ahmad al-'Usairy, At- Tarikhu Al-Islāmi, penerjemah; Samson Rahman, Sejarah Islam, Cet.I; Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003.

Ahmad, Jamil, Seratus Muslim Terkemuka, Cet. VII, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.

Ali, K., Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), Ed.I, Cet. 4, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003

Andi Bastoni, Hepi, Sejarah Para Khalifah Cet. II; Jakarta: Pustaka al- Kautsar, 2008.

Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jakarta: t.p., 1992/1993

_______, AL-qur'an Al-Karim dan Terjemahannya Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1995

Haekal, Muhammad Husain 'Umar bin Khaththāb Cet. 10; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009

Khalid, Muhammad, Kehidupan para Khalifah Teladan Cet. I; Jakarta: Pustaka Amani, 1995

Mahmud Ra'ana, Irfan,  Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khattab, Cet. II; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990

Ridha, Muhammad, Al-Faruq 'Umar bin al-Khathtāb", Cet. 6; Beirut, Lubnan: Dar-al-Kutub al-Islamiyah, 1993 M/1413 H

Yahya Sawiy, Khaeruddin, Perebutan Kekuasaan Khalifah Menyingkap Dinamika dan Sejarah Politik Kaum Sunni, Cet. II; Yogyakarta: Safaria Insani Press, 2005

Yatim, Badrin., Sejarah Peradaban Islam, Ed.1-19; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007






[1]Khaeruddin Yahya Sawiy, Perebutan Kekuasaan Khalifah Menyingkap Dinamika dan Sejarah Politik Kaum Sunni, (Cet. II; Yogyakarta: Safaria Insani Press, 2005), h. 1

[2]Khalid Muhammad Khalid, Kehidupan para Khalifah Teladan (Cet. I; Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 94

[3]Husayn Ahmad Amin, Al- Mi'ah al-Azham fi Tarikh al-Islam, Penerjemah; Baharuddin Fannani, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Cet. III; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), h. 13

[4]Muhammad Ridha, Al-Faruq Umar bin al-Khattab", (Cet. VI; Beirut, Lubnan: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1993M/1413H), h, 8

[5]Syamsuddin Muhammad ibn Ahmad ibn Usman al-Sahabiy, Tārikh al- Islām  wa wafayat al- Musyahir  wa al- A'alam, (Cet. IV; Dar al- Kutub wa al- 'Arabi, 1994 M/1414 H), h. 203

[6]Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, (Jakarta: t.p., 1992/1993), h. 1259

[7]Hafsh artinya anak singa. Panggilan ini di sematkan Nabi pada Perang Badar , Hani al- Hajj, Sirah ar-Rijal Haula ar-Rasul.

[8]K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), (Ed.I, Cet. 4, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), h. 150

[9]Departemen Agama RI, op. cit., h.1560
[10]Departemen Agama RI, AL-qur'an Al-Karim dan Terjemahannya (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1995), h. 270

[11]Ahmad al-'Usairy,At- Tārikhu Al-Islāmi, Penerjemah; Samson Rahman, Sejarah islam, (Cet.I; Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003), h. 154

[12]Abul A'la al-Maududi, Al-Khilāfah wa Al-Mulk, Penerjemah; Muhammad Al-baqir, Khilafah dan Kerajaan, (Cet. VII; Bandung: Mizan, 1998) h. 112, lihat Muhammad Husain Haekal, Umar bin Khattab (Cet. 10; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), h. 81

[13] Hepi Andi Bastoni, sejarah Para Khalifah (Cet. II; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008), h. 14

[14]Badrin Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Ed.1-19; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 37

[15]Husayn Ahmad Amin, loc. cit.

[16]K. Ali, op. cit,. h, 152
[17]Ahmad al-'Usairy, op. cit., h. 156-160
[18]K. Ali, op. cit. h. 171

[19]Badri Yatim, op. cit. h. 38

[20]Irfan Mahmud Ra'ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khaththāb, (Cet. II; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990), h. 148

[21]K. Ali, op. cit. h. 173
[22]Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka (Cet. VII, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 29

[23] Ibid, h. 31

[24] Ibid, h. 33
[25]Hepi Andi Bastoni, op. cit., h. 15-16

[26]Khalid Muhammad Khalid, op. cit. h. 142

[27]Ini menurut pendapat Syaikh Muhammad Sa'id Mursi dalam bukunya Uzhamah al-Islam. Namun Muhammad Zainal Abidin Ahmad, Imam Bukhari P{emuncak Ilmu Hadis menyebutkan, Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan 537 hadis dari Umar bin Khattab, h. 44

[28]Budak al-Mughirah, seorang yang biasa membuat alat pemintal, tukang besi, tukang kayu dan tukang gambar.

[29] Lihat Ahmad al-'Usairy, op. cit.,h.164, Prof. K. Ali, op. cit. h.174

Tidak ada komentar:

Posting Komentar