Selasa, 26 April 2016

MAKALAH ISLAM DI SPANYOL



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara historis, Spanyol ialah sebuah negara yang pernah ditaklukkan oleh Islam untuk mengembangkan agama Islam di negeri tersebut. Ketika Islam masuk ke negeri Spanyol, negeri ini banyak mengalami perkembangan peradaban yang pesat baik dari kebudayaan maupun pendidikan Islam, karena Spanyol didukung oleh negerinya yang subur dengan penghasilan ekonomi yang cukup tinggi sehingga menghasilkan para pemikir hebat. Spanyol mengalami perkembangan pesat dalam kebudayaan dan pendidikan Islam yang dimulai dengan mempelajari ilmu agama dan sastra, kemudian meningkat dengan mempelajari ilmu-ilmu akal. Karena dalam waktu relatif singkat, Cardova dapat menyaingi Baghdad dalam bidang ilmu pengetahuan dan kesusastraan.[1] Karena itu kehadiran Islam di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarawan.
Islam di Spanyol (Spain) sejak penaklukan bangsa Arab sampai likuidasi (baca;bubarnya) kekuasaan Islam di Granada (1492), merupakan varian tipe kekhalifahan yang khas dari peadaban Islam awal. Dikatakan demikian karena peradaban Islam di Spanyol dibangun berdasarkan asimilasi antara bangsa Spanyol dan warga Berber dengan kultur Islam dan bangsa Arab serta ditunjang oleh kondisi perekonomian yang sangat makmur. Islam di Spanyol telah melahirkan pancaran kemajuan dan kemilauan peradaban yang agung. Masjid Agung Cordova, sejumlah pertamanan, pancuran dan alun-alun istana al-Hambra, kemajuan ilmu pengetahuan, filsafat, sains dan lain-lain, menjadi bukti sejarah atas beberapa kemajuan yang telah dicapai Islam di Spanyol.[2]
Meski kerajaan Islam pada waktu itu di Andalusia maju sedemikian rupa, namun akhirnya mengalami banyak kelemahan akibat persatuan yang mulai tidak terpelihara, terutama dalam menjalankan roda pemerintahan, sehingga berakibat munculnya kerajaan-kerajaan kecil (al-Muluk al-Thawaif).
Dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam kecil tersebut, berarti umat Islam mulai kurang bersatu. Wilayah-wilayah Islam yang banyak itu lebih mementingkan keluarga (keturunan) atau suku daripada umat yang banyak dalam sebuah negara yang berbentuk kerajaan. Akibatnya, kehidupan keagamaan yang harmonis dan peradaban Islam yang cemerlang selama ini, akhirnya mengalami kemunduran dan kehancuran. Sebagian dari sisa kehancuran itu hanya menjadi kenangan sejarah Islam.
Akan tetapi telah menjadi hukum sejarah, setiap bangsa akan mengalami masa keemasan dan setelahnya masa kemunduran. inilah yang menjadi tema sentral dalam makalah ini, dengan komposisi uraian, yaitu awal mula masuknya Islam di Spanyol, demikian pula masa keemasan dan keruntuhannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini sebagai berikut:
1.      Bagaiamanakah sejarah masuknya Islam di Spanyol?
2.                      Kemajuan-kemajuan apa sajakah yang dicapai oleh umat Islam di Spanyol?
3.                      Apakah penyebab kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol?

                                                    BAB II
                                             PEMBAHASAN
A.     Sejarah Perkembangan Islam di Spanyol
Pada periode klasik paruh pertama - masa kemajuan – (650-1000 M), wilayah kekuasaan Islam meluas melalui Afrika Utara (Aljazair dan Maroko) sampai ke Spanyol di Barat.[3] Spanyol adalah nama baru bagi Andalusia zaman dahulu. Nama Andalusia berasal dari suku yang menaklukkan Eropa Barat di masa lalu,[4] sebelum bangsa Goth dan Arab (Islam).
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Wa>lid[5] (705-715 M), salah seorang Khalifah dari Dinasti Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Ada tiga nama yang sering disebut berjasa dalam penaklukan Spanyol, yaitu Musa bin Nushair, Tha>rif ibn Malik dan Tha>riq ibn Ziya>d. Dari ketiga nama tersebut, nama terakhirlah yang sering disebut paling terkenal, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian suku Barbar (muslim dari Afrika Utara) yang didukung Musa bin Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Al-Walid. Pasukannya yang berjumlah 7000 orang menyeberang selat di bawah pimpinan Tha>riq ibn Ziya>d.[6] Tentara Spanyol di bawah pimpinan Raja Roderick dapat ditaklukkan. Cordova jatuh pada tahun 711 M. Dari sana, wilayah-wilayah Spanyol, seperti Toledo, Sevilla, Malaga, dan Granada dapat dikuasai dengan mudah.
Sukses Tha>riq ibn Ziya>d di masa al-Wa>lid (Daulat Umayyah-Damaskus) diikuti oleh Abd al-Rahma>n al-Dakhi>l (penguasa pertama Daulat Umayyah-Spanyol), yang berusaha menata sistem pemerintahan. Ia melihat masyarakat Spanyol adalah masyarakat heterogen, baik berdasarkan strata sosial, suku, ras, maupun agama. Dia memiliki tentara yang terorganisir dengan baik yang jumlahnya tidak kurang dari 40.000 tentara bayaran Barbar dan juga membangun angkatan laut yang kuat. Gebrakan lain yang dilakukannya adalah mendirikan mesjid agung Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar di Spanyol.
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peran yang sangat besar. Masa itu berlangsung selama hampir 8 abad (711-1429 M).[7] Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu:
  1. Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum terkendali akibat gangguan keamanan di beberapa wilayah, karena pada masa ini adalah masa peletakkan dasar, asas dan invasi Islam di Spanyol. Hal ini ditandai dengan adanya gangguan dari berbagai pihak yang tidak senang kepada Islam. Sentralisasi kekuasaan masih di bawah Daulat Umayyah di Damaskus.[8]
  1. Periode Kedua (755-912 M)
Pada masa ini Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar ‘a>mir (panglima atau gubernur), tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghda>d. Amir pertama  adalah  ‘Abd al-Rahma>n  I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar al-Dakhi>l (yang masuk ke Spanyol).[9] Dia adalah keturunan Ba>ni Umayyah yang berhasil lolos dari kerajaan Bani Abbas, ketika Bani Abbas berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil mendirikan Dinasti Ba>ni Umayyah di Spanyol.[10]
Pada masa ini, umat Islam di Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik, peradaban serta pendidikan. Abdurrahman mendirikan mesjid Cardova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar di Spanyol. Kemudian penerus-penerusnya yang lain seperti Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam, dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran, sedangkan Abdurrhman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu.[11] Pada masa Abdurrhma al-Ausath ini, pemikiran filsafat mulai masuk, maka ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
  1. Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III, yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya mulu>k at-thawa>if (raja-raja kelompok). Pada periode ini, Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar “Khali>fah”. Pada periode ini juga umat Islam di Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi Daulat Abbasiyah di Bagdad. Abdurrahman an-Nasir mendirikan Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan.[12]
  1. Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah pimpinan raja-raja golongan atau al-mulūk at-thawāif, yang berpusat di suatu kota seperti Sivilie, Toledo dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Sivilie.
Pada masa Khalifah Sulaiman (1009-1010/1013-1016) keadaan pusat kekhalifahan Spanyol dilanda kekacauan politik berlangsung secara cepat, akhirnya pada tahun 1013 M dewan menteri yang memerintah Cardova menghapuskan jabatan khalifah. Pada saat ini kekuatan muslim Spanyol terpecah dalam banyak negara kecil di bawah pimpinan raja-raja atau mulūk at-thawāif. Tercatat lebih 30 negara kecil yang berpusat di Seville, Cardova, Toledo dan lain-lain.
Kekuatan kristen wilayah utara Spanyol bergerak untuk bangkit, kekacauan pemerintahan pusat dimanfaatkan mereka sebaik-baiknya. Al-Fonso VI penguasa Castile yang menjabat sejak tahun 486 H/1065 M berhasil menyatukan 3 basis kekuatan kristen Castille, Leon dan Navarre menjadi sebuah kekuatan militer hebat untuk menyerbu Toledo.[13]
  1. Periode Kelima (1086-1248 M) Masa Dinasti Kecil
Pada periode ini terdapat suatu kekuatan yang masih dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabbitu>n (1146-1235 M). Dinasti Murabbitu>n pada mulanya adalah sebuah gerakan agama di Afrika Utara yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyi>fin. Pada tahun 1062 M, ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesh. Ia masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-penguasa Islam yang tengah mempertahankan kekuasaannya dari serangan raja-raja kristen.
Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti Murabbitu>n berakhir, baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Dinasti Muwahhidun datang ke Spanyol di bawah pimpinan ‘Abd Mun’i>m sekitar tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota penting umat Islam di Cordova, Almeria, dan Granada jatuh di bawah kekuasaannya. Untuk beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan.[14]
  1. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini Islam hanya berkuasa di daerah Granada di bawah dinasti Bani Ahma>r (1232-1492 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-Nasir. Namun secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Pada periode ini adalah akhir dari eksistensi umat Islam di Spanyol. Menurut Harun Nasution, pada sekitar tahun 1609 M boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.[15]
B.     Kemajuan Umat Islam di Spanyol
1.       Dalam Bidang Ilmu Pengetahuan
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran peradaban dan kebudayaan yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyebrangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad XII. Minat terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan serta filsafat mulai dikembangkan pada abad IX M selama pemerintahan penguasaan Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).[16]
Berdasarkan literatur-literatur yang membahas sejarah pendidikan dan sejarah peradaban Islam secara garis besar pendidikan Islam di Spanyol terbagi pada dua bagian atau tingkatan, yaitu:
a.  Kutta>b
Pada lembaga pendidikan kutta>b ini para siswa mempelajari beberapa bidang studi dan pelajaran-pelajaran yang meliputi fiqih, bahasa dan sastra serta musik dan kesenian.
1.  Fiqih
Dalam bidang fiqih, karena Spanyol Islam menganut mazhab Mali>ki, maka para ulama memperkenalkan materi-materi fiqih dari mazhab imam Maliki. Para ulama yang memperkenalkan mazhab ini antara lain Ziya>d ibn Abd Al-Rahma>n. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qa>dhi pada masa Hisyam ibn Abd al-Rahma>n. Ahli-ahli fiqih lainnya diantaranya Abu Bakr ibn Al-Quthi>yah, Munzir ibn Said Al-Balu>thi dan Ibn Hazm yang terkenal.[17]
Para siswa di kuttab-kuttab tersebut mendapatkan materi fiqih cukup lengkap dan komprehensif dari ulama-ulama tersebut yang kompeten pada disiplin ilmunya.
2.   Bahasa dan Sastra
Karena bahasa Arab telah menjadi bahasa resmi dan bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Bahasa Arab ini diajarkan kepada murid-murid dan para pelajar, baik yang Islam maupun non Islam. Dan hal ini dapat diterima oleh masyarakat, bahkan mereka rela menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, sehingga mereka terampil dalam berbicara maupun dalam tata bahasa. Di antara ahli bahasa tersebut yang termasyhur ialah Ibn Ma>lik pengarang kitab al-Fi>yah, Ibn Sayyidi>n, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu ‘A>li al-Isybili>, Abu al-Ha>san Ibn Usfu>r, dan Abu Hayya>n al-Garna>thi.
3.   Musik dan Kesenian
Syair merupakan ekspresi utama dari peradaban Spanyol. Pada dasarnya syair Spanyol didasarkan pada model-model syair Arab membangkitkan sentimen prajurit dan interest faksional para penakluk Arab.[18] Dalam bidang musik dan seni, Spanyol Islam memiliki tokoh seniman yang sangat terkenal, yaitu al-Hasan ibn Nafi dikenal dengan julukan Ziryab (789-857). Setiap kali ada pertemuan dan perjamuan di Cardova, Ziryab selalu mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu, ilmu yang dimilikinya itu diajarkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada budak-budak sehingga kemasyhurannya tersebar luas.[19]
b.    Pendidikan Tinggi
Masyarakat Arab yang berada di Spanyol merupakan pelopor peradaban dan kebudayaan juga pendidikan, antara pertengahan abad kedelapan sampai dengan akhir abad ketigabelas. Melalui usaha yang mereka lakukan, ilmu pengetahuan kuno dan ilmu pengetahuan Islam dapat ditransmisikan ke Eropa. Bani Umayyah yang berada di bawah kekuasaan al-Hakam menyelenggarakan pengajaran dan telah memberikan banyak sekali penghargaan kepada para sarjana. Ia telah membangun Universitas Cardova berdampingan dengan Mesjid Abdurrahman III yang selanjutnya tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang terkenal di antara jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya di dunia. Universitas ini menandingi dua universitas lainnya, yaitu Al-Azhar di Cairo dan Nizhamiyah di Baghdad, dan telah menarik perhatian para pelajar tidak hanya dari Spanyol, tetapi juga dari tempat lain seperti dari negara-negara Eropa, Afrika dan Asia.[20]
 Di antara para ulama yang bertugas di Universitas Cardova adalah Ibnu Quthaibah yang dikenal sebagai ahli tata bahasa dan Abu Ali Qali yang dikenal sebagai pakar filologi. Universitas ini memiliki perpustakaan yang menampung koleksi sekitar empat juta buku. Universitas ini mencakup jurusan yang meliputi astronomi, matematika, kedokteran, teologi dan hukum. Jumlah muridnya mencapai seribu orang. Selain itu juga di Spanyol terdapat Universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Mata kuliah yang diberikan di universitas-universitas tersebut meliputi teologi, hukum Islam, kedokteran, kimia, filsafat, dan astronomi. Sebagai prasasti pada pintu gerbang universitas yang disebutkan terakhir ditulis sebagai berikut: Dunia ini ditopang oleh empat hal, yaitu pengajaran tentang kebijaksanaan, keadilan dari penguasa, ibadah dari orang-orang yang saleh dan keberanian yang pantang menyerah.[21]
1.   Filsafat
Atas inisiatif Al-Ha>kam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cardova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin Dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.[22] Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Zaragoza, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia muda. Seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawabbid.[23]
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah Timur Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hay ibn Yaqzha>n.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova, ia lahir tahun 1126 M dan wafatnya tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah klasik tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqih dengan karyanya yang termasyhur Bida>yah al-Mujtahi>d.[24]
2. Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.[25] Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan beberapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Akhmad ibn Ibas dari Cardova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm al-Ha>san ibn Abi Ja’far dan saudara perempuannya al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim di Mediterania dan Sicilia. Dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn al-Kha>tib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibnu Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.[26]
Kemajuan Pendidikan/Peradaban di Spanyol bukanlah suatu hal yang terjadi secara alami, akan tetapi disebabkan oleh faktor-faktor pendukung atau penunjang atas keberhasilan tersebut
1.     Adanya dukungan dari para penguasa. Kemajuan Spanyol Islam sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa serta mencintai ilmu pengetahuan, juga memberikan dukungan dan penghargaan terhadap para ilmuan dan cendekiawan.
2.     Didirikannya sekolah-sekolah dan universitas-universitas di beberapa kota di Spanyol oleh ‘Abd al-Rahma>n III al-Na>sir, dengan universitasnya yang terkenal di Cardova. Serta dibangunnya perpustakaan-perpustakaan yang memiliki koleksi buku-buku yang cukup banyak.
3.    Banyaknya sarjana Islam yang datang dari ujung Timur sampai ujung Barat wilayah Islam dengan membawa berbagai buku dan bermacam gagasan. Ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya Islam.[27]
4.    Adanya persaingan antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol dalam bidang ilmu pengetahuan dengan didirikannya Universitas Cardova yang menyaingi Universitas Bizhamiyah di Baghdad yang merupakan persaingan positif tidak selalu dalam bentuk peperangan.
2.     Kemajuan dalam Bidang Kebudayaan
a.    Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan na’urah (Spanyol: Noria). Di samping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan taman-taman.[28]
Industri, di samping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.
Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cardova, kota al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, Istana al-Makmun, mesjid Seville, dan Istana al-Hamra di Granada.
Dari beberapa prestasi yang telah dicapai tersebut, disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
a.       Adanya pemerintahan kuat dan berwibawa yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan Islam, seperti ‘Abd al-Rahma>n al-Dakhi>l, ‘Abd al-Rahma>n al-Wa>sith, ‘Abd al-Rahma>n al-Nashi>r.
b.      Adanya penguasa pelopor bagi kegiatan-kegiatan ilmiah. diantaranya adalah penguasa dinasti Umayyah di Spanyol Muhammad Ibn ‘Abd. al-Rahma>n dan al-Ha>kam II al-Muntashi>r.
c.       Toleransi beragama ditegakkan oleh penguasa penganut agama Kristen dan Yahudi. Sehingga dengan penuh rasa tanggung jawab mereka ikut berpartisipasi dalam membangun peradaban di Spanyol.[29]
d.      Adanya hubungan intelektual yang baik antara Spanyol dan Baghdag dalam membangun peradaban dan kesatuan budaya dunia Islam. kendatipun keduanya mempunyai persaingan politik yang sengit. Terbukti, tidak jarang buku-buku dan gagasan-gagasan dari timur dibawa ke barat, demikian pula sebaliknya.
C. Kemunduran dan Kehancuran Islam di Spanyol
 a. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
Masa kemunduran Islam di Spanyol merupakan sejarah gelap Islam Spanyol. Karena masa kemunduran itulah yang menjadi cikal bakal (baca : embrio) lenyapnya Islam secara total di Spanyol. Kemunduran Islam di Spanyol disebabkan oleh beberapa faktor, sebagai berikut :
1). Konflik Islam dengan Kristen. Para penguasa muslim sudah merasa puas   dengan hasil upeti yang mereka dapat dari kerajaan-kerajaan Kristen yang telah ditaklukkan, sehingga upaya Islamisasi terhenti. Membiarkan Kristen tetap mempertahankan hukum dan adat mereka. Demikian pula kehadiran orang Arab Islam di Spanyol secara tidak langsung membangun kesadaran kebangsaan orang-orang Kristen Spanyol. Wilayah kekuasaan Islam di Spanyol yang berbatasan dengan Kristen di Utara, selalu mendapat serangan dimana ada kesempatan. Serbuan yang dilakukan oleh Raja Alfonso VI berhasil merebut Toledo dari dinasti Zunniyah pada tahun 1085 M. pada tahun 1238, Kristen juga berhasil menguasai Sevilla dan menyusul Cordova pada tahun 1248 M.[30] setelah Cordova jatuh di tangan Kristen, Islam masih dapat bertahan di Granada selama lebih dari dua abad, yaitu pada masa kekuasaan Bani Ahmar. Pada tanggal 2 Januari 1492 Granada takluk kepada Kristen, setelah kerajaan Aragon dan Castilian bersatu menyerang Islam pada tahun 1469. Dengan jatuhnya Granada menandai jatuhnya Islam sebagai politik dan agama di Spanyol. Demikian seterusnya sampai Islam benar-benar hilang dan musnah di Spanyol, terutama oleh Raja Philip III menguasai orang-orang Islam di Spanyol secara paksa dengan dua pilihan masuk Kristen atau keluar dari Spanyol.
2). Keterpurukan ekonomi. Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa hanya mengkonsentrasikan diri pada pembangunan ilmu pengetahuan secara serius. Sementara sektor ekonomi tidak diperhatikan, akibatnya timbul krisis ekonomi yang memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
3). Tidak adanya ideologi pemersatu. Politik yang dijalankan oleh Bani Umayyah di Damaskus adalah orang-orang Arab (Islam) tidak pernah menerima orang pribumi sebagaimana di tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, suatu perilaku politik yang dinilai merendahkan dan diskriminatif. Akibatnya kelompok-kelompok non Arab selalu menggerogoti dan merusak perdamaian.
4). Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan. Hal ini berimplikasi terjadinya perebutan kekuasaan oleh para ahli waris.
5). Munculnya dinasti-dinasti kecil. Munculnya dinasti kecil di Spanyol menyebabkan terjadinya disintegrasi yang pada gilirannya menjadi penyebab lemahnya Islam di Spanyol. Terdapatnya sejumlah dinasti lokal berkuasa di daerah bagian Spanyol. Terjadinya persaingan antara dinasti kecil yang ada, memberikan peluang bagi umat Kristiani untuk melaksanakan politik adu domba.[31]
6). Keterpencilan Spanyol menyebabkan terisolir dari dunia Islam yang lain. secara politik selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang dapat membendung kekuatan Kristen di Spanyol.[32]
b. Wajah Muram Kehancuran Peradaban Islam di Spanyol
Lenyapnya Islam di Spanyol berarti runtuhnya masa keemasan Islam di Spanyol selama 780 tahun lebih. Kini Islam di Spanyol tinggal nama yang tertulis rapi dalam sejarah. Umat Islam hanya mampu mengenang sejarah suram Islam dengan penuh kekesalan. Karena tak ada lagi yang dapat dibanggakan, Islam tinggal serpihan-serpihan luka, peradaban-peradaban Islam secara perlahan bergerak ambruk, khasanah intelektual dimanipulasi, upaya-upaya menghilangkan jejak Islam terus diprovokasi, kesalahan-kesalahan, kemunduran-kemunduran terulang dan terjadi diberbagai negara Islam lainnya. Berikut wajah muram kehancuran tersebut:
1). Kondisi Kehidupan Keagamaan
Setelah kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol mengalami kehancuran, dalam waktu yang relatif singkat, umat Islam lenyap secara total di wilayah itu. Pada waktu itu, seluruh umat Islam dihadapkan ke Mahkamah Tafti>s (Pengadilan Berdarah). Pengadilan menetapkan tiga alternatif bagi umat Islam, yaitu: (1) beralih agama ke Kristen, (2) meninggalkan Spanyol, atau (3) dibunuh.[33]
Bagi mereka yang imannya lemah, mereka memilih alternatif pertama, yaitu murtad. Adapun mereka yang imannya kuat dan memiliki perbekalan yang memadai, mereka memilih pindah ke kerajaan Islam terdekat. Umat Islam memilih alternatif kedua ini, pada umumnya mereka berhijrah ke wilayah Afrika Utara. Adapun mereka yang imannya kuat tetapi tidak memiliki perbekalan memadai, maka mereka memilih mati syahid. Umat Islam yang terpaksa menempuh alternatif ketiga ini, dibantai habis-habisan oleh para agresor Kristen.
Bagi umat Islam yang dipaksa murtad, dilarang menggunakan bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari. Nama-nama Arab harus diganti dengan nama-nama Kristen, sampai kepada larangan memakai pakaian Arab. Siapapun yang melanggar ketentuan ini, maka ia disiksa secara kejam atau dibakar hidup-hidup.[34]
Menurut pendataan para sejarahwan, setelah jatuhnya kota Granada di Spanyol ke tangan penguasa Kristen, umat Islam yang dibantai kurang lebih 3.000.000 (tiga juta) jiwa. Mereka disiksa secara kejam kemudian dibakar hidup-hidup. Akibatnya, umat Islam menjadi berantakan. Sebagian dari lahan pertanian, perindustrian, dan perdagangan ikut dihancurkan pula karena sebagian ahlinya telah meninggal dunia.[35]
Dengan keadaan seperti itu, tidak ada lagi seorang muslim yang berterus terang tentang agamanya. Meski dalam hati mereka tetap sebagai muslim, namun karena takut terhadap penyiksaan yang dilakukan oleh orang-orang Kristen maka kehidupan keagamaan mereka menjadi lenyap.
Umat Islam yang telah beralih menjadi Kristen paksaan, tidak boleh lagi memuja kepribadian Muhammad. Mereka tidak boleh menyebut bahwa Isa al-Ma>sih sebagai utusan Allah, dan tidak boleh mengatakan bahwa Isa bukan Tuhan. Mereka juga tidak boleh membaca basmalah dalam penyembelihan ternak, bahkan mereka dipaksa makan dari sembelihan wanita. Semua pola dan kehidupan keagamaan Islam tak boleh sedikitpun dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Kalaupun ada yang menjalankan ajaran Islam, seperti salat dan puasa, mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi.[36]
2). Keadaan Khazanah Ilmu Pengetahuan
Setelah kerajaan Islam mengalami kehancuran di Andalusia, segala macam bentuk kegiatan ilmu pengetahuan terhenti dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan agama yang semula maju dengan pesat, akhirnya harus pudar, sejalan dengan hancurnya kekuasaan Islam.[37]
Di Spanyol Selatan, kurang lebih 1.000.000 (satu juta) buku yang berbahasa Arab telah dimusnahkan oleh Raja Ferdinand dari Castilla melalui lembaga suci Kristen. 5.000 (lima ribu) copy Alquran bersama dengan buku-buku ilmu pengetahuan dari tulisan tangan para cendekiawan Muslim, dibakar dalam timbunan raksasa pada tahun l511 Masehi di Granada.[38]
Pada tahun 1526, Raja Philip mengeluarkan suatu dekrit bahwa tidak seorang pun boleh memiliki atau membaca buku berbahasa Arab. Semua buku yang ditulis oleh para cendekiawan Muslim atau buku-buku kajian yang berkaitan dengan Islam, dilarang beredar.[39]
Di Granada, yang merupakan kota pusat pengembangan intelektual Islam di Barat, terdapat Universitas Granada, yang dalam perkembangannya telah banyak menyumbangkan berbagai ilmu pengetahuan di Barat. Selama kejayaannya, para mahasiswa berdatangan untuk belajar di dalamnya dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti biologi, hukum, ketatanegaraan, filsafat, ilmu kedokteran, dan ilmu falak. Namun, akhirnya hancur bersamaan dengan hancurnya kota Granada dari serangan orang-orang Kristen pada abad ke 15 Masehi.[40]
Dalam lapangan filsafat, orang-orang Andalusia sangat tekun mempelajarinya. Di sanalah lahir beberapa tokoh cendekiawan Muslim yang terkenal, seperti Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd, dan Ibnu Khaldun. Menurut Mahmud Yunus, sejak wafatnya Ibnu Rusyd (595H/1198 M) dan Ibnu Khaldun (808 H/1406 M), maka seluruh dunia Islam, khususnya di Andalusia, telah sunyi senyap dari filsafat.[41]
Setelah runtuhnya Islam di Spanyol, maka lenyap pulalah filsafat. Ulama-ulama dan sarjana-sarjana ilmu pengetahuan yang ada di sana, banyak yang melarikan diri ke Tunisia. Pada saat itu, Tunisia berubah menjadi kota ilmu pengetahuan, di saat kota-kota Islam di Spanyol satu demi satu berjatuhan ke tangan orang-orang Kristen.[42]
Jika dikaji lebih jauh, pada dasarnya perkembangan ilmu pengetahuan di Barat adalah hasil dorongan dari dunia Arab, khususnya di Andalusia. Meski kekuasaan Islam hancur karena dibantai habis-habisan oleh pihak Kristen terhadap semua hal-hal yang bernilai Islam, namun masih ada sebagian yang terus dimanfaatkan. Dalam lapangan ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah misalnya, secara berangsur-angsur pindah ke Barat. Sebagian buku-buku dari hasil penemuan cendekiawan Muslim, mereka transfer ke Barat.[43]
Sebelum jatuhnya kota-kota Islam di Spanyol, telah terjadi kontak antara Bangsa Arab (Spanyol Islam) dengan Bangsa Eropa, khususnya dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan.
Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa hancurnya kebudayaan Islam bersamaan dengan lenyapnya kerajaan Islam di Spanyol, telah terjadi peralihan khazanah ilmu pengetahuan dari cendekiawan Muslim ke cendekiawan Barat melalui proses penerjemahan beberapa buku yang dianggap penting. Adapun buku-buku yang tidak dianggap penting oleh penguasa Kristen, semuanya dimusnahkan.
3). Keadaan Seni dan Budaya
Pada masa pemerintahan Islam di Spanyol, keadaan seni dan budaya Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat, karena perhatian pemerintah Islam sangat serius. Di antara kesenian yang sangat maju adalah seni kaligrafi yang ditulis pada dinding-dinding dan penyangga-penyangga mesjid. Demikian pula dengan kesusastraan dalam bentuk syair-syair yang dibahasakan secara halus dan indah.[44]         
Setelah hancurnya Islam di Spanyol, kehidupan seni dan sastra mulai mengalami kekaburan. Khusus dalam bidang kesusastraan, telah terjadi pencampurbauran antara sastra Arab dengan sastra lain, seperti sastra Latin dan sastra Spanyol.[45] Sejalan dengan peraturan yang melarang penggunaan Bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari, maka hal itu sangat berpengaruh terhadap perkembangan sastra Arab. Baik prosa maupun puisi Arab, telah banyak diubah menjadi ke dalam bahasa Latin. Hal ini pula berimplikasi pada pengalihan istilah-istilah Arab menjadi bahasa Spanyol, seperti: alcalde berasal dari kata al-Qadhi, alviare berasal dari kata al-Abyar, dan alcasare berasal dari kata al-Qashru.
Sebagian ahli pujangga, arsitektur, dan orang-orang Islam yang pandai dalam seni ukir, ditangkap lalu diperlakukan sebagai tawanan. Mereka dipekerjakan sebagai buruh untuk membangun gereja-gereja, membuat patung-patung dan ukiran-ukiran, atau memperbaiki bangunan-bangunan yang telah rusak.[46]
Sejak 32 tahun jatuhnya kota Granada, Paus mengeluarkan dekritnya agar semua mesjid yang ada di Spanyol diubah menjadi gereja.[47] Adapun mesjid yang mengalami perubahan menjadi gereja adalah sebagai berikut:
a). Masjid Jami’ Cordova
Mesjid ini adalah mesjid terbesar dan terindah di Cordova. Para penguasa Islam telah mengeluarkan biaya kurang lebih 2.615.307 (dua juta enam ratus lima belas ribu tiga ratus tujuh) dinar untuk membangun dan memelihara mesjid ini.[48] Namun, setelah runtuhnya kerajaan Islam di Spanyol, Mesjid Jami’ Cordova dijadikan sebuah gereja, yang sekarang diberi nama Mosquita.[49]
b). Masjid Raya Sevilla.
Di Kota Sevilla, didirikan sebuah mesjid raya pada masa kekuasaan Kerajaan al-Muwahhidin di bawah pemerintahan Sultan Yusuf Abu Ya’qub (1163-1184 M). Setelah kota itu direbut oleh pasukan Kristen pada tahun 1248 Masehi, mesjid raya tersebut dirombak dan dijadikan sebuah gereja besar di Sevilla, yang sekarang dinamai Santa Maria de La Sede. Menaranya yang disebut La’bu Hawa, diganti dengan nama La Tour de Giralda.[50]

 c). Mesjid Raya Toledo
Mesjid Raya Toledo adalah salah sebuah bukti ketinggian kebudayaan dan peradaban Islam di Spanyol. Mesjid ini, di samping berfungsi sebagai tempat beribadah, juga berfungsi sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan kesenian. Seni arsitektur dan gaya yang dimilikinya sangat mempesonakan sejak zamannya hingga sekarang ini. Mesjid ini menunjukkan bukti sejarah dari peninggalan seni bangunan Islam yang begitu mengagumkan. Bekas dari mesjid itu masih tegak dengan megah sebagai saksi sejarah. Ketika Kota Toledo direbut oleh pihak Kristen, mesjid ini diubah menjadi sebuah gereja yang diberi nama Santo Kristo de Laluz.[51]
 d). Mesjid Jami' al-Addabbas dan al-Mulk   
Gereja Saint Solvador di Sevilla sekarang, asalnya dari Mesjid Ja>mi’ al-Addabbas yang dibangun oleh Amir I Kerajaan Bani Umayyah yang bernama Abdurrahman Ad-Dakhi>l (w. 214 H/829 M).  Selain itu, di Istana al-Hambra juga terdapat mesjid kecil dan indah yang bernama Mesjid al-Mulk yang didirikan oleh Sultan Muhammad II. Namun, pada masa pemerintahan Karel Agung (sekitar abad ke-17 Masehi), Mesjid al-Mulk diubah menjadi gereja dan terkenal dengan nama Santa Maria.[52]
Mengenai seni ukir, yang dalam hal ini adalah seni kaligrafi, ternyata sangat berkembang di Spanyol pada masa kejayaan Islam. Seni ini berkembang dan sangat mengagumkan di Spanyol pada masa itu. Seni ini biasanya dijumpai pada dinding tembok mesjid, dinding istana, atau pada tiang penyangga mesjid dengan gaya geometris. Namun, setelah berubahnya fungsi mesjid menjadi gereja, maka semua bentuk ukiran-ukiran (kaligrafi) itu dihapus dengan kapur tebal, atau ditutupi dengan semen.[53]
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa hancurnya kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol, mengakibatkan pula hancurnya segala bentuk kebudayaan dan peradaban Islam di sana. Ilmu pengetahuan dan seni arsitektur Islam telah dirampas oleh penguasa-penguasa Kristen dari tangan orang-orang Islam. Semuanya hanya tinggal dalam kenangan sejarah. Kalau pun masih ada sebagian kecil yang dapat bertahan sampai sekarang, seperti istana dan mesjid, semuanya hanya dijadikan obyek wisata.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uaraian pada pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Islam masuk ke Spanyol ditandai dengan adanya penaklukan daerah-daerah tersebut. Otomatis daerah-daerah yang dikuasai itu berada di bawah kendali pemerintahan muslim namun tidak ada pemaksaan kepada penduduk untuk memeluk Islam
2.   Diantara prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh umat Islam di Spanyol adalah:
a. Prestasi di bidang ilmu pengetahuan meliputi; Filsafat, Sains, Fiqhi, bahasa, Sastra, Musik dan lain-lain. Tempat-tempat pendidikan dibangun seperti sekolah, perpustakaan dan lain-lain. disamping itu, kegiatan-kegiatan ilmiah terus digalakkan.
b.       Prestasi di bidang perdagangan dan pertanian, seperti pasar-pasar, dan jalan dibangun, sistem irigasi dikembangkan, pengembangan tekstil, dan lain-lain.
c.       Prestasi di bidang keagamaan, misalnya dibangun masjid-masjid Cordova, masjid Seville, bahkan menurut sejarah bangunan masjid yang indah mencapai 491 buah.
d.      Prestasi di bidang pembangunan fisik, seperti dibangun Istana al-Hamra, kota zahrah, istana Ja’fariyah, istana al-Makmun, istana Toledo dan lain-lain.
3. Kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol disebabkan oleh beberapa faktor, yakni konflik Islam dengan Kristen, keterpurukan ekonomi, Tidak adanya ideologi pemersatu, tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan, munculnya dinasti-dinasti kecil, dan keterpencilan Spanyol.
.
DAFTAR PUSTAKA 
Alavi, Ziauddin. Muslim Education Thought in the Middle Age, (terj) Abuddin nata, Bandung: Angkasa, 2000.
Ali, A. Mukti. Sejarah Islam Pramodern, Jakarta PT. RajaGrafindo Persada, 1995.
Asmuni, Yusran. Dirasah Islamiyah III, Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1996. 
Ali, K. Sejarah Islam (Tarikh Modern), Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2003.
Bosworth, G.E. The Islamic Dinasties. Terj. Ilyas Hasan, Dinasti-Dinasti Islam. Bandung : Mizan,1993.
Departemen Agama RI, Textbook Sejarah dan Kebudayaan Islam.  Jilid I. Ujung Pandang: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, l981/l982.
Ensiklopedi Islam, 1999.
Fachruddin, Fuad  Mohd. Perkembangan Kebudayaan Islam. Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1985.
Fakhri, Majid. Sejarah Filsafat Islam, Jakarta, Pustaka Jaya, 1986.
Hitti, Philip K. Dunia Arab, (Terj) Ushuluddin Hutagalung, Bandung, Sumur Bandung, 1962.
Hoesin, Oemar Amin. Kultur Islam. Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1981.
Israr, C.  Sejarah Kesenian Islam. Cet, I; Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufran A. Mas’adi, Jakarta, Rajawali Pers, 1999.
Munawwir, Imam. Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam Dari Masa ke Masa. Surabaya; Bina Ilmu, l985.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Jakarta, UI Press, 1985.
Poeradisastra, S.I. Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern, Jakarta, P3M, 1986.
Qutub, Muhammad Mazabih wa Jara’in Mahakim al-Taftisy fiy al-Andalusiy, terj. Mustafa Mahdamy, Fakta Pembantaian Muslimin di Andalusia. Cet. I; Solo: Pustaka Mantiq, l99l.
al-Siba’i, Mustafa. Kebangkitan Kebudayaan Islam. Cet. I; Jakarta: Media Dakwah, l987.
Siddiqi, Amir Hasan. Studies in Islamic History, terj. M.J. Irawan, Ilmu Pengetahuan dalam Lintasan Sejarah Islam. Cet. I; Bandung: Al-Maarif, L987.
Syalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1982.
Thaha, Nasharuddin. Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Zaman Jaya (Imam Ghazali dan Ibnu Khaldun). Jakarta: Mutiara, l979.
Thohir,Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Melacak Akar-Akar Sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam), Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
Unesco National Commission, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan. Bandung: Pustaka, l977.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), Diterbitkan dalam Rangka Kerjasama Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK), Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1997.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidakarya Agung, l990.




















[1]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), Diterbitkan dalam Rangka Kerjasama Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK), (Edisi I, Cet. 5; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997), h. 87.
[2] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Bagian I dan II ( Cet. 1; Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999), h. 581.

[3]Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UI Press, 1985), Jilid I, h. 12.
[4]Ensiklopedi Islam, 1999, h. 145.
[5]Nama lengkapnya adalah Al-Walid bin Abdul Malik merupakan Khalifah ketiga dari Dinasti Umayyah. Setelah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680M) dan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705M) selanjutnya setelah Al-Walid diteruskan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720M) dan Hasyim ibn Abdul Al-Malik (724-743M). Ekspansinya ke barat dilakukan secara besar-besaran. Di zaman Al-Walid, masa pemerintahannya adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban umat Islam. Pemerintahannya berjalan kurang lebih 10 tahun.
[6]Badri Yatim, op. cit., h. 89.
[7]Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 58.
[8]A. Mukti Ali, Sejarah Islam Pramodern, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h. 319.
[9]Pada hari ia bersama adiknya berada di perumahan orang-orang badawi yang berada di tepi sungai Eufrat, tiba-tiba tampak olehnya orang-orang yang menunggang kuda datang membawa bendera hitam dari Bani Abbasiyah. Ia bersama adiknya melompat terjun ke sungai, namun malang, adiknya tidak pandai berenang dan kembali ke pantai dan dibunuh oleh tentara Bani Abbasiyah. Sedangkan Abdurrahman mampu terus berenang hingga sampai keseberang. Dan berjalan kaki, tanpa teman dan uang. Abdurrahman menuju ke arah barat daya, sampailah ia di Palestina. Kemudian menuju Afrika Utara. Pengembaraannya dari satu suku ke suku lainnya mengalami halangan dan rintangan yang beraneka ragam ancaman, lima tahun kemudian sampailah ia ke kota Ceuta di sebelah selatan Spanyol. Berhadapan dengan Cueta, terdapat tentara Syiria dari Damaskus, di sana ia diangkat menjadi pimpinan tentara dan perkembangan selanjutnya ia dapat menguasai Spanyol. Setelah menguasai Spanyol, ia menyatakan berdirinya kerajaan Bani Umayyah, dan tidak tunduk pada Bani Abbasiyah di Baghdad. Tampaknya ia tidak menyenangi gelar Khalifah, ia dan keturunannya sampai Abdurrahman III lebih senang memakai gelar Amir. Lihat Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah III, Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 14-15.
[10]Badri Yatim, op. cit., h. 95.
[11]Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam  (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1982), h. 41-50.
[12]Badri Yatim,  op. cit., h. 97.
[13]K. Ali, Sejarah Islam: Tarikh Modern  (Edisi I, Cet. 4; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 458.
[14]Ahmad Syalabi, op. cit., h. 36.
[15]Harun Nasution, op. cit., h. 82.
[16]Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam  (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), h. 35.
[17]Badri Yatim, op. cit., h. 103.
[18]Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufran A. Mas’adi, (Jakarta: Rajawali Pers, 1999), h. 584.
[19]Ahmad Syalabi, op. cit., h. 88.
[20]Ziauddin Alavi, Muslim Education Thought in the Middle Age, (terj) Abuddin Nata, (Bandung: Angkasa, 2000), h. 16.
[21]Philip K. Hitti, Dunia Arab, (Terj) Ushuluddin Hutagalung, (Bandung: Sumur Bandung, 1962), h. 135.
[22] Majid Fakhri, op.cit., h. 357.
[23]Badri Yatim, op.cit., h. 101.
[24]Badri Yatim, op.cit., h. 101-102.
[25]Ahmad Syalabi, op. cit., h. 86.
[26]Badri Yatim, op. cit., h. 102.
[27]S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Jakarta: P3M, 1986), Cet Kedua, 67.
[28]S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Cet. 2; Jakarta: P3M, 1986), h. 67.
[29] Ibid, h. 105-106. Dikatakan bahwa orang Kristen  dan Yahudi disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing.
[30] A. Syalabi, op. cit. h. 76
[31] G.E. Bosworth, The Islamic Dinasties  terj. Ilyas Hasan, Dinasti-Dinasti Islam ( Bandung : Mizan,1993), h. 35
[32] Badrin Yatim, op.cit. 118
[33]Muhammad Qutub, Maza>bih wa Jara>’in Maha>kim al-Taftisy fiy al-Andalu>siy, terj. Mustafa Mahdamy, Fakta Pembantaian Muslimin di Andalusia (Cet. I; Solo: Pustaka Mantiq, l99l), h. 42.
[34]Ibid.
[35]Ibid., h. 42.
[36]Ibid, h. 51
[37]Departemen Agama RI, Textbook Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I (Ujung Pandang: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, l981/l982), h.103.
[38]Djalil Maelan, op. cit,. h. 74.
[39]Ibid, h. l89.
[40]Departemen Agama, op. cit., h. l22.
[41]Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Hidakarya Agung, l990), h. 112.
[42]Nasharuddin Thaha, Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Zaman Jaya (Imam Ghazali dan Ibnu Khaldun) (Jakarta: Mutiara, l979), h. 76.
                [43]Imam Munawwir, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam Dari Masa ke Masa (Surabaya; Bina Ilmu, l985), h. 22.
[44]Amir Hasan Siddi>qi, Studies in Islamic History, terj. M.J. Irawan, Ilmu Pengetahuan dalam Lintasan Sejarah Islam (Cet. I; Bandung: Al-Maarif, L987), h. 89.
[45] Unesco National Commission, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan (Bandung: Pustaka, l977), h. 70.
[46]C. Israr, Sejarah Kesenian Islam (Cet, I; Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 240-241.
[47]Mustafa al-Siba’i, Kebangkitan Kebudayaan Islam (Cet. I; Jakarta: Media Dakwah, l987).  h. 126.
[48]Amir Hasan Siddiqi, op. cit., h. 87.
[49]C. Israr, op. cit., h. 212.
[50]Ibid., h. 219.
[51]Ibid., h. 222.
[52]Fuad Mohd. Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 205.
[53]Oemar Amin Hoesin, Kultur Islam (Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h. 54.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar