BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara historis,
Spanyol ialah sebuah negara yang pernah ditaklukkan oleh Islam untuk
mengembangkan agama Islam di negeri tersebut. Ketika Islam masuk ke negeri
Spanyol, negeri ini banyak mengalami perkembangan peradaban yang pesat baik
dari kebudayaan maupun pendidikan Islam, karena Spanyol didukung oleh negerinya
yang subur dengan penghasilan ekonomi yang cukup tinggi sehingga menghasilkan
para pemikir hebat. Spanyol mengalami perkembangan pesat dalam kebudayaan dan
pendidikan Islam yang dimulai dengan mempelajari ilmu agama dan sastra,
kemudian meningkat dengan mempelajari ilmu-ilmu akal. Karena dalam waktu
relatif singkat, Cardova dapat menyaingi Baghdad dalam bidang ilmu pengetahuan
dan kesusastraan.[1]
Karena itu kehadiran Islam di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarawan.
Islam di Spanyol (Spain) sejak penaklukan bangsa Arab
sampai likuidasi (baca;bubarnya) kekuasaan Islam di Granada (1492), merupakan
varian tipe kekhalifahan yang khas dari peadaban Islam awal. Dikatakan demikian
karena peradaban Islam di Spanyol dibangun berdasarkan asimilasi antara bangsa
Spanyol dan warga Berber dengan kultur Islam dan bangsa Arab serta ditunjang
oleh kondisi perekonomian yang sangat makmur. Islam di Spanyol telah melahirkan
pancaran kemajuan dan kemilauan peradaban yang agung. Masjid Agung Cordova,
sejumlah pertamanan, pancuran dan alun-alun istana al-Hambra, kemajuan ilmu
pengetahuan, filsafat, sains dan lain-lain, menjadi bukti sejarah atas beberapa
kemajuan yang telah dicapai Islam di Spanyol.[2]
Meski
kerajaan Islam pada waktu itu di Andalusia maju sedemikian rupa, namun akhirnya
mengalami banyak kelemahan akibat persatuan yang mulai tidak terpelihara,
terutama dalam menjalankan roda pemerintahan, sehingga berakibat munculnya
kerajaan-kerajaan kecil (al-Muluk al-Thawaif).
Dengan
adanya kerajaan-kerajaan Islam kecil tersebut, berarti umat Islam mulai kurang
bersatu. Wilayah-wilayah Islam yang banyak itu lebih mementingkan keluarga
(keturunan) atau suku daripada umat yang banyak dalam sebuah negara yang
berbentuk kerajaan. Akibatnya, kehidupan keagamaan yang harmonis dan peradaban
Islam yang cemerlang selama ini, akhirnya mengalami kemunduran dan kehancuran.
Sebagian dari sisa kehancuran itu hanya menjadi kenangan sejarah Islam.
Akan tetapi telah
menjadi hukum sejarah, setiap bangsa akan mengalami masa keemasan dan
setelahnya masa kemunduran. inilah yang menjadi tema sentral dalam makalah ini,
dengan komposisi uraian, yaitu awal mula masuknya Islam di Spanyol, demikian
pula masa keemasan dan keruntuhannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis dapat
merumuskan masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini sebagai berikut:
1.
Bagaiamanakah sejarah masuknya Islam di
Spanyol?
2.
Kemajuan-kemajuan apa sajakah yang
dicapai oleh umat Islam di Spanyol?
3.
Apakah penyebab kemunduran dan
kehancuran Islam di Spanyol?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perkembangan Islam di Spanyol
Pada periode klasik paruh pertama - masa kemajuan –
(650-1000 M), wilayah kekuasaan Islam meluas melalui Afrika Utara (Aljazair dan
Maroko) sampai ke Spanyol di Barat.[3]
Spanyol adalah nama baru bagi Andalusia zaman dahulu. Nama Andalusia berasal
dari suku yang menaklukkan Eropa Barat di masa lalu,[4]
sebelum bangsa Goth dan Arab (Islam).
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Wa>lid[5] (705-715 M),
salah seorang Khalifah dari Dinasti Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Ada
tiga nama yang sering disebut berjasa dalam penaklukan Spanyol, yaitu Musa bin
Nushair, Tha>rif ibn Malik dan Tha>riq ibn Ziya>d. Dari
ketiga nama tersebut, nama terakhirlah yang sering disebut paling terkenal,
karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari
sebagian suku Barbar (muslim dari Afrika Utara) yang didukung Musa bin Nushair
dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Al-Walid. Pasukannya yang berjumlah
7000 orang menyeberang selat di bawah pimpinan Tha>riq ibn Ziya>d.[6]
Tentara Spanyol di bawah pimpinan Raja Roderick dapat ditaklukkan. Cordova
jatuh pada tahun 711 M. Dari sana, wilayah-wilayah Spanyol, seperti Toledo,
Sevilla, Malaga, dan Granada dapat dikuasai dengan mudah.
Sukses Tha>riq ibn Ziya>d di masa al-Wa>lid (Daulat
Umayyah-Damaskus) diikuti oleh Abd al-Rahma>n al-Dakhi>l (penguasa
pertama Daulat Umayyah-Spanyol), yang berusaha menata sistem pemerintahan. Ia
melihat masyarakat Spanyol adalah masyarakat heterogen, baik berdasarkan strata
sosial, suku, ras, maupun agama. Dia memiliki tentara yang terorganisir dengan
baik yang jumlahnya tidak kurang dari 40.000 tentara bayaran Barbar dan juga
membangun angkatan laut yang kuat. Gebrakan lain yang dilakukannya adalah
mendirikan mesjid agung Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar di
Spanyol.
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol
hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peran yang
sangat besar. Masa itu berlangsung selama hampir 8 abad (711-1429 M).[7]
Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi
enam periode, yaitu:
- Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di
bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang
berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum
terkendali akibat gangguan keamanan di beberapa wilayah, karena pada masa ini
adalah masa peletakkan dasar, asas dan invasi Islam di Spanyol. Hal ini
ditandai dengan adanya gangguan dari berbagai pihak yang tidak senang kepada
Islam. Sentralisasi kekuasaan masih di bawah Daulat Umayyah di Damaskus.[8]
- Periode Kedua (755-912 M)
Pada masa ini Spanyol berada di
bawah pemerintahan seorang yang bergelar ‘a>mir (panglima
atau gubernur), tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang
ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghda>d. Amir
pertama adalah ‘Abd al-Rahma>n I
yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar al-Dakhi>l (yang masuk
ke Spanyol).[9]
Dia adalah keturunan Ba>ni Umayyah yang berhasil lolos dari
kerajaan Bani Abbas, ketika Bani Abbas berhasil menaklukkan Bani Umayyah di
Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil mendirikan Dinasti Ba>ni Umayyah di
Spanyol.[10]
Pada masa ini, umat Islam di Spanyol
mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik, peradaban serta
pendidikan. Abdurrahman mendirikan mesjid Cardova dan sekolah-sekolah di
kota-kota besar di Spanyol. Kemudian penerus-penerusnya yang lain seperti Hisyam
dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam, dan Hakam dikenal sebagai
pembaharu dalam bidang kemiliteran, sedangkan Abdurrhman al-Ausath dikenal
sebagai penguasa yang cinta ilmu.[11]
Pada masa Abdurrhma al-Ausath ini, pemikiran filsafat mulai masuk, maka ia
mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga
kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
- Periode Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari
pemerintahan Abdurrahman III, yang bergelar “An-Nasir” sampai munculnya mulu>k at-thawa>if (raja-raja
kelompok). Pada periode ini, Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar “Khali>fah”. Pada
periode ini juga umat Islam di Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan
menyaingi Daulat Abbasiyah di Bagdad. Abdurrahman an-Nasir mendirikan
Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam
II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan.[12]
- Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah
menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah pimpinan raja-raja golongan atau al-mulūk
at-thawāif, yang berpusat di suatu kota seperti Sivilie, Toledo dan
sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Sivilie.
Pada masa Khalifah Sulaiman
(1009-1010/1013-1016) keadaan pusat kekhalifahan Spanyol dilanda kekacauan
politik berlangsung secara cepat, akhirnya pada tahun 1013 M dewan menteri yang
memerintah Cardova menghapuskan jabatan khalifah. Pada saat ini kekuatan muslim
Spanyol terpecah dalam banyak negara kecil di bawah pimpinan raja-raja atau mulūk
at-thawāif. Tercatat lebih 30 negara kecil yang berpusat di Seville,
Cardova, Toledo dan lain-lain.
Kekuatan kristen wilayah utara
Spanyol bergerak untuk bangkit, kekacauan pemerintahan pusat dimanfaatkan
mereka sebaik-baiknya. Al-Fonso VI penguasa Castile yang menjabat sejak tahun
486 H/1065 M berhasil menyatukan 3 basis kekuatan kristen Castille, Leon dan
Navarre menjadi sebuah kekuatan militer hebat untuk menyerbu Toledo.[13]
- Periode Kelima (1086-1248 M) Masa Dinasti Kecil
Pada periode ini terdapat suatu
kekuatan yang masih dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabbitu>n (1146-1235
M). Dinasti Murabbitu>n pada mulanya adalah sebuah gerakan
agama di Afrika Utara yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyi>fin. Pada tahun
1062 M, ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesh. Ia
masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-penguasa Islam yang tengah
mempertahankan kekuasaannya dari serangan raja-raja kristen.
Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti
Murabbitu>n berakhir,
baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun.
Dinasti Muwahhidun datang ke Spanyol di bawah pimpinan ‘Abd Mun’i>m sekitar
tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota penting umat Islam di Cordova, Almeria, dan
Granada jatuh di bawah kekuasaannya. Untuk beberapa dekade, dinasti ini
mengalami banyak kemajuan.[14]
- Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini Islam hanya
berkuasa di daerah Granada di bawah dinasti Bani Ahma>r (1232-1492
M). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-Nasir.
Namun secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Pada
periode ini adalah akhir dari eksistensi umat Islam di Spanyol. Menurut Harun
Nasution, pada sekitar tahun 1609 M boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di
daerah ini.[15]
B.
Kemajuan
Umat Islam di Spanyol
1. Dalam Bidang Ilmu Pengetahuan
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran
peradaban dan kebudayaan yang sangat brilian
dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyebrangan yang
dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad XII. Minat terhadap
pendidikan dan ilmu pengetahuan serta filsafat mulai dikembangkan pada abad IX
M selama pemerintahan penguasaan Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd
Al-Rahman (832-886 M).[16]
Berdasarkan literatur-literatur yang membahas sejarah
pendidikan dan sejarah peradaban Islam secara garis besar pendidikan Islam di
Spanyol terbagi pada dua bagian atau tingkatan, yaitu:
a. Kutta>b
Pada lembaga pendidikan kutta>b ini para
siswa mempelajari beberapa bidang studi dan pelajaran-pelajaran yang meliputi
fiqih, bahasa dan sastra serta musik dan kesenian.
1. Fiqih
Dalam bidang fiqih, karena Spanyol
Islam menganut mazhab Mali>ki, maka para ulama memperkenalkan
materi-materi fiqih dari mazhab imam Maliki. Para ulama yang memperkenalkan
mazhab ini antara lain Ziya>d ibn Abd Al-Rahma>n. Perkembangan
selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qa>dhi pada masa
Hisyam ibn Abd al-Rahma>n. Ahli-ahli fiqih lainnya
diantaranya Abu Bakr ibn Al-Quthi>yah, Munzir ibn
Said Al-Balu>thi dan Ibn Hazm yang terkenal.[17]
Para siswa di kuttab-kuttab
tersebut mendapatkan materi fiqih cukup lengkap dan komprehensif dari
ulama-ulama tersebut yang kompeten pada disiplin ilmunya.
2. Bahasa dan
Sastra
Karena bahasa Arab telah menjadi
bahasa resmi dan bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol.
Bahasa Arab ini diajarkan kepada murid-murid dan para pelajar, baik yang Islam
maupun non Islam. Dan hal ini dapat diterima oleh masyarakat, bahkan mereka
rela menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir
dalam bahasa Arab, sehingga mereka terampil dalam berbicara maupun dalam tata
bahasa. Di antara ahli bahasa tersebut yang termasyhur ialah Ibn Ma>lik pengarang
kitab al-Fi>yah, Ibn Sayyidi>n, Ibn
Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu ‘A>li al-Isybili>, Abu al-Ha>san Ibn Usfu>r, dan Abu Hayya>n al-Garna>thi.
3. Musik dan
Kesenian
Syair merupakan ekspresi utama dari
peradaban Spanyol. Pada dasarnya syair Spanyol didasarkan pada model-model syair
Arab membangkitkan sentimen prajurit
dan interest faksional para penakluk
Arab.[18]
Dalam bidang musik dan seni, Spanyol Islam memiliki tokoh seniman yang sangat
terkenal, yaitu al-Hasan ibn Nafi dikenal dengan julukan Ziryab (789-857).
Setiap kali ada pertemuan dan perjamuan di Cardova, Ziryab selalu mempertunjukkan
kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu, ilmu yang dimilikinya
itu diajarkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dan juga
kepada budak-budak sehingga kemasyhurannya tersebar luas.[19]
b. Pendidikan
Tinggi
Masyarakat Arab yang berada di
Spanyol merupakan pelopor peradaban dan kebudayaan juga pendidikan, antara
pertengahan abad kedelapan sampai dengan akhir abad ketigabelas. Melalui usaha
yang mereka lakukan, ilmu pengetahuan kuno dan ilmu pengetahuan Islam dapat
ditransmisikan ke Eropa. Bani Umayyah yang berada di bawah kekuasaan al-Hakam
menyelenggarakan pengajaran dan telah memberikan banyak sekali penghargaan
kepada para sarjana. Ia telah membangun Universitas Cardova berdampingan dengan
Mesjid Abdurrahman III yang selanjutnya tumbuh menjadi lembaga pendidikan yang
terkenal di antara jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya di dunia.
Universitas ini menandingi dua universitas lainnya, yaitu Al-Azhar di Cairo dan
Nizhamiyah di Baghdad, dan telah menarik perhatian para pelajar tidak hanya
dari Spanyol, tetapi juga dari tempat lain seperti dari negara-negara Eropa,
Afrika dan Asia.[20]
Di antara para ulama yang
bertugas di Universitas Cardova adalah Ibnu Quthaibah yang dikenal sebagai ahli
tata bahasa dan Abu Ali Qali yang dikenal sebagai pakar filologi. Universitas
ini memiliki perpustakaan yang menampung koleksi sekitar empat juta buku.
Universitas ini mencakup jurusan yang meliputi astronomi, matematika,
kedokteran, teologi dan hukum. Jumlah muridnya mencapai seribu orang. Selain
itu juga di Spanyol terdapat Universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Mata
kuliah yang diberikan di universitas-universitas tersebut meliputi teologi,
hukum Islam, kedokteran, kimia, filsafat, dan astronomi. Sebagai prasasti pada
pintu gerbang universitas yang disebutkan terakhir ditulis sebagai berikut:
Dunia ini ditopang oleh empat hal, yaitu pengajaran tentang kebijaksanaan,
keadilan dari penguasa, ibadah dari orang-orang yang saleh dan keberanian yang
pantang menyerah.[21]
1. Filsafat
Atas inisiatif Al-Ha>kam (961-976
M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar,
sehingga Cardova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu
menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang
dilakukan oleh para pemimpin Dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan
persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa sesudahnya.[22]
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr
Muhammad ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di
Zaragoza, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez
tahun 1138 M dalam usia muda. Seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina di Timur, masalah
yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir
al-Mutawabbid.[23]
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr
ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah Timur
Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah
kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hay
ibn Yaqzha>n.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi
saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang
filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova, ia lahir tahun 1126 M dan
wafatnya tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan
naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah
klasik tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqih dengan
karyanya yang termasyhur Bida>yah al-Mujtahi>d.[24]
2. Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik,
matematika astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas
ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama
yang menemukan pembuatan kaca dari batu.[25]
Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan
waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan beberapa lamanya. Ia juga
berhasil membuat teropong yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan
bintang-bintang. Akhmad ibn Ibas dari Cardova adalah ahli dalam bidang
obat-obatan. Umm al-Ha>san ibn Abi Ja’far dan saudara
perempuannya al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi,
wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari
Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim di Mediterania dan
Sicilia. Dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai
dan Cina. Ibn al-Kha>tib (1317-1374 M) menyusun riwayat
Granada, sedangkan Ibnu Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah.
Itulah sebagian nama-nama besar dalam bidang sains.[26]
Kemajuan
Pendidikan/Peradaban di Spanyol bukanlah suatu hal yang terjadi secara alami,
akan tetapi disebabkan oleh faktor-faktor pendukung atau penunjang atas keberhasilan
tersebut
1. Adanya
dukungan dari para penguasa. Kemajuan Spanyol Islam sangat ditentukan oleh
adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa serta mencintai ilmu
pengetahuan, juga memberikan dukungan dan penghargaan terhadap para ilmuan dan
cendekiawan.
2. Didirikannya
sekolah-sekolah dan universitas-universitas di beberapa kota di Spanyol oleh ‘Abd
al-Rahma>n III al-Na>sir, dengan
universitasnya yang terkenal di Cardova. Serta dibangunnya
perpustakaan-perpustakaan yang memiliki koleksi buku-buku yang cukup banyak.
3. Banyaknya
sarjana Islam yang datang dari ujung Timur sampai ujung Barat wilayah Islam
dengan membawa berbagai buku dan bermacam gagasan. Ini menunjukkan bahwa
meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang
disebut kesatuan budaya Islam.[27]
4.
Adanya
persaingan antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol dalam bidang ilmu
pengetahuan dengan didirikannya Universitas Cardova yang menyaingi Universitas
Bizhamiyah di Baghdad yang merupakan persaingan positif tidak selalu dalam
bentuk peperangan.
2. Kemajuan dalam Bidang Kebudayaan
a.
Kemegahan
Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian
umat Islam sangat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar
dibangun. Bidang pertanian demikian juga. Sistem irigasi baru diperkenalkan
kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal,
saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Tempat-tempat
yang tinggi, dengan begitu, juga mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan
pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek
curah air, waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (penyimpanan air). Pengaturan
hidrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal
Persia yang dinamakan na’urah (Spanyol: Noria). Di samping itu,
orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk,
kebun-kebun dan taman-taman.[28]
Industri, di samping pertanian dan
perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya
adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.
Namun demikian,
pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah pembangunan
gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan
taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cardova, kota
al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, Istana al-Makmun,
mesjid Seville, dan Istana al-Hamra di Granada.
Dari beberapa prestasi yang telah dicapai tersebut,
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
a.
Adanya pemerintahan kuat dan berwibawa
yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan Islam, seperti ‘Abd al-Rahma>n
al-Dakhi>l,
‘Abd al-Rahma>n
al-Wa>sith,
‘Abd al-Rahma>n
al-Nashi>r.
b.
Adanya penguasa pelopor bagi
kegiatan-kegiatan ilmiah. diantaranya adalah penguasa dinasti Umayyah di
Spanyol Muhammad Ibn ‘Abd. al-Rahma>n
dan al-Ha>kam II al-Muntashi>r.
c.
Toleransi beragama ditegakkan oleh
penguasa penganut agama Kristen dan Yahudi. Sehingga dengan penuh rasa tanggung
jawab mereka ikut berpartisipasi dalam membangun peradaban di Spanyol.[29]
d.
Adanya hubungan intelektual yang baik
antara Spanyol dan Baghdag dalam membangun peradaban dan kesatuan budaya dunia
Islam. kendatipun keduanya mempunyai persaingan politik yang sengit. Terbukti,
tidak jarang buku-buku dan gagasan-gagasan dari timur dibawa ke barat, demikian
pula sebaliknya.
C. Kemunduran
dan Kehancuran Islam di Spanyol
a. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
Masa kemunduran Islam di Spanyol merupakan sejarah
gelap Islam Spanyol. Karena masa kemunduran itulah yang menjadi cikal bakal
(baca : embrio) lenyapnya Islam secara total di Spanyol. Kemunduran Islam di
Spanyol disebabkan oleh beberapa faktor, sebagai berikut :
1). Konflik Islam dengan Kristen. Para
penguasa muslim sudah merasa puas dengan
hasil upeti yang mereka dapat dari kerajaan-kerajaan Kristen yang telah
ditaklukkan, sehingga upaya Islamisasi terhenti. Membiarkan Kristen tetap
mempertahankan hukum dan adat mereka. Demikian pula kehadiran orang Arab Islam
di Spanyol secara tidak langsung membangun kesadaran kebangsaan orang-orang Kristen
Spanyol. Wilayah kekuasaan Islam di Spanyol yang berbatasan dengan Kristen di
Utara, selalu mendapat serangan dimana ada kesempatan. Serbuan yang dilakukan
oleh Raja Alfonso VI berhasil merebut Toledo dari dinasti Zunniyah pada tahun
1085 M. pada tahun 1238, Kristen juga berhasil menguasai Sevilla dan menyusul
Cordova pada tahun 1248 M.[30]
setelah Cordova jatuh di tangan Kristen, Islam masih dapat bertahan di Granada
selama lebih dari dua abad, yaitu pada masa kekuasaan Bani Ahmar. Pada tanggal
2 Januari 1492 Granada takluk kepada Kristen, setelah kerajaan Aragon dan
Castilian bersatu menyerang Islam pada tahun 1469. Dengan jatuhnya Granada
menandai jatuhnya Islam sebagai politik dan agama di Spanyol. Demikian
seterusnya sampai Islam benar-benar hilang dan musnah di Spanyol, terutama oleh
Raja Philip III menguasai orang-orang Islam di Spanyol secara paksa dengan dua
pilihan masuk Kristen atau keluar dari Spanyol.
2). Keterpurukan ekonomi. Di paruh kedua masa Islam
di Spanyol, para penguasa hanya mengkonsentrasikan diri pada pembangunan ilmu
pengetahuan secara serius. Sementara sektor ekonomi tidak diperhatikan,
akibatnya timbul krisis ekonomi yang memberatkan dan mempengaruhi kondisi
politik dan militer.
3). Tidak adanya ideologi pemersatu. Politik yang dijalankan
oleh Bani Umayyah di Damaskus adalah orang-orang Arab (Islam) tidak pernah
menerima orang pribumi sebagaimana di tempat lain para muallaf diperlakukan
sebagai orang Islam yang sederajat, suatu perilaku politik yang dinilai
merendahkan dan diskriminatif. Akibatnya kelompok-kelompok non Arab selalu
menggerogoti dan merusak perdamaian.
4). Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan. Hal
ini berimplikasi terjadinya perebutan kekuasaan oleh para ahli waris.
5). Munculnya dinasti-dinasti kecil. Munculnya
dinasti kecil di Spanyol menyebabkan terjadinya disintegrasi yang pada
gilirannya menjadi penyebab lemahnya Islam di Spanyol. Terdapatnya sejumlah
dinasti lokal berkuasa di daerah bagian Spanyol. Terjadinya persaingan antara
dinasti kecil yang ada, memberikan peluang bagi umat Kristiani untuk
melaksanakan politik adu domba.[31]
6).
Keterpencilan Spanyol menyebabkan terisolir dari dunia Islam yang lain. secara
politik selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika
Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang dapat membendung
kekuatan Kristen di Spanyol.[32]
b.
Wajah Muram Kehancuran Peradaban Islam di Spanyol
Lenyapnya Islam di Spanyol berarti runtuhnya masa
keemasan Islam di Spanyol selama 780 tahun lebih. Kini Islam di Spanyol tinggal
nama yang tertulis rapi dalam sejarah. Umat Islam hanya mampu mengenang sejarah
suram Islam dengan penuh kekesalan. Karena tak ada lagi yang dapat
dibanggakan, Islam tinggal serpihan-serpihan luka, peradaban-peradaban Islam
secara perlahan bergerak ambruk, khasanah intelektual dimanipulasi, upaya-upaya
menghilangkan jejak Islam terus diprovokasi, kesalahan-kesalahan,
kemunduran-kemunduran terulang dan terjadi diberbagai negara Islam lainnya.
Berikut wajah muram kehancuran tersebut:
1). Kondisi Kehidupan
Keagamaan
Setelah
kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol mengalami kehancuran, dalam waktu yang
relatif singkat, umat Islam lenyap secara total di wilayah itu. Pada waktu itu,
seluruh umat Islam dihadapkan ke Mahkamah Tafti>s
(Pengadilan Berdarah). Pengadilan menetapkan tiga alternatif bagi umat Islam,
yaitu: (1) beralih agama ke Kristen, (2) meninggalkan Spanyol, atau (3)
dibunuh.[33]
Bagi
mereka yang imannya lemah, mereka memilih alternatif pertama, yaitu murtad.
Adapun mereka yang imannya kuat dan memiliki perbekalan yang memadai, mereka
memilih pindah ke kerajaan Islam terdekat. Umat Islam memilih alternatif kedua
ini, pada umumnya mereka berhijrah ke wilayah Afrika Utara. Adapun mereka yang
imannya kuat tetapi tidak memiliki perbekalan memadai, maka mereka memilih mati
syahid. Umat Islam yang terpaksa menempuh alternatif ketiga ini, dibantai
habis-habisan oleh para agresor Kristen.
Bagi
umat Islam yang dipaksa murtad, dilarang menggunakan bahasa Arab dalam
kehidupan sehari-hari. Nama-nama Arab harus diganti dengan nama-nama Kristen,
sampai kepada larangan memakai pakaian Arab. Siapapun yang melanggar ketentuan
ini, maka ia disiksa secara kejam atau dibakar hidup-hidup.[34]
Menurut
pendataan para sejarahwan, setelah jatuhnya kota Granada di Spanyol ke tangan
penguasa Kristen, umat Islam yang dibantai kurang lebih 3.000.000 (tiga juta)
jiwa. Mereka disiksa secara kejam kemudian dibakar hidup-hidup. Akibatnya, umat
Islam menjadi berantakan. Sebagian dari lahan pertanian, perindustrian, dan
perdagangan ikut dihancurkan pula karena sebagian ahlinya telah meninggal
dunia.[35]
Dengan
keadaan seperti itu, tidak ada lagi seorang muslim yang berterus terang tentang
agamanya. Meski dalam hati mereka tetap sebagai muslim, namun karena takut terhadap
penyiksaan yang dilakukan oleh orang-orang Kristen maka kehidupan keagamaan
mereka menjadi lenyap.
Umat
Islam yang telah beralih menjadi Kristen paksaan, tidak boleh lagi memuja
kepribadian Muhammad. Mereka tidak boleh menyebut bahwa Isa al-Ma>sih
sebagai utusan Allah, dan tidak boleh mengatakan bahwa Isa bukan Tuhan. Mereka
juga tidak boleh membaca basmalah dalam penyembelihan ternak, bahkan
mereka dipaksa makan dari sembelihan wanita. Semua pola dan kehidupan keagamaan
Islam tak boleh sedikitpun dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Kalaupun
ada yang menjalankan ajaran Islam, seperti salat dan puasa, mereka melakukannya
secara sembunyi-sembunyi.[36]
2). Keadaan
Khazanah Ilmu Pengetahuan
Setelah
kerajaan Islam mengalami kehancuran di Andalusia, segala macam bentuk kegiatan
ilmu pengetahuan terhenti dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pertumbuhan
dan perkembangan ilmu pengetahuan agama yang semula maju dengan pesat, akhirnya
harus pudar, sejalan dengan hancurnya kekuasaan Islam.[37]
Di
Spanyol Selatan, kurang lebih 1.000.000 (satu juta) buku yang berbahasa Arab
telah dimusnahkan oleh Raja Ferdinand dari Castilla melalui lembaga suci
Kristen. 5.000 (lima ribu) copy Alquran bersama dengan buku-buku ilmu
pengetahuan dari tulisan tangan para cendekiawan Muslim, dibakar dalam timbunan
raksasa pada tahun l511 Masehi di Granada.[38]
Pada
tahun 1526, Raja Philip mengeluarkan suatu dekrit bahwa tidak seorang pun boleh
memiliki atau membaca buku berbahasa Arab. Semua buku yang ditulis oleh para
cendekiawan Muslim atau buku-buku kajian yang berkaitan dengan Islam, dilarang
beredar.[39]
Di
Granada, yang merupakan kota pusat pengembangan intelektual Islam di Barat,
terdapat Universitas Granada, yang dalam perkembangannya telah banyak
menyumbangkan berbagai ilmu pengetahuan di Barat. Selama kejayaannya, para
mahasiswa berdatangan untuk belajar di dalamnya dengan berbagai disiplin ilmu
pengetahuan, seperti biologi, hukum, ketatanegaraan, filsafat, ilmu kedokteran,
dan ilmu falak. Namun, akhirnya hancur bersamaan dengan hancurnya kota Granada
dari serangan orang-orang Kristen pada abad ke 15 Masehi.[40]
Dalam
lapangan filsafat, orang-orang Andalusia sangat tekun mempelajarinya. Di
sanalah lahir beberapa tokoh cendekiawan Muslim yang terkenal, seperti Ibnu
Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd, dan Ibnu Khaldun. Menurut Mahmud Yunus, sejak
wafatnya Ibnu Rusyd (595H/1198 M) dan Ibnu Khaldun (808 H/1406 M), maka seluruh
dunia Islam, khususnya di Andalusia, telah sunyi senyap dari filsafat.[41]
Setelah
runtuhnya Islam di Spanyol, maka lenyap pulalah filsafat. Ulama-ulama dan
sarjana-sarjana ilmu pengetahuan yang ada di sana, banyak yang melarikan diri
ke Tunisia. Pada saat itu, Tunisia berubah menjadi kota ilmu pengetahuan, di
saat kota-kota Islam di Spanyol satu demi satu berjatuhan ke tangan orang-orang
Kristen.[42]
Jika
dikaji lebih jauh, pada dasarnya perkembangan ilmu pengetahuan di Barat adalah
hasil dorongan dari dunia Arab, khususnya di Andalusia. Meski kekuasaan Islam
hancur karena dibantai habis-habisan oleh pihak Kristen terhadap semua hal-hal
yang bernilai Islam, namun masih ada sebagian yang terus dimanfaatkan. Dalam
lapangan ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah misalnya, secara berangsur-angsur
pindah ke Barat. Sebagian buku-buku dari hasil penemuan cendekiawan Muslim,
mereka transfer ke Barat.[43]
Sebelum
jatuhnya kota-kota Islam di Spanyol, telah terjadi kontak antara Bangsa Arab
(Spanyol Islam) dengan Bangsa Eropa, khususnya dalam bidang pengembangan ilmu
pengetahuan.
Dari
keterangan di atas, dapat dipahami bahwa hancurnya kebudayaan Islam bersamaan
dengan lenyapnya kerajaan Islam di Spanyol, telah terjadi peralihan khazanah
ilmu pengetahuan dari cendekiawan Muslim ke cendekiawan Barat melalui proses
penerjemahan beberapa buku yang dianggap penting. Adapun buku-buku yang tidak
dianggap penting oleh penguasa Kristen, semuanya dimusnahkan.
3).
Keadaan
Seni dan Budaya
Pada
masa pemerintahan Islam di Spanyol, keadaan seni dan budaya Islam mengalami
kemajuan yang sangat pesat, karena perhatian pemerintah Islam sangat serius. Di
antara kesenian yang sangat maju adalah seni kaligrafi yang ditulis pada
dinding-dinding dan penyangga-penyangga mesjid. Demikian pula dengan
kesusastraan dalam bentuk syair-syair yang dibahasakan secara halus dan indah.[44]
Setelah
hancurnya Islam di Spanyol, kehidupan seni dan sastra mulai mengalami
kekaburan. Khusus dalam bidang kesusastraan, telah terjadi pencampurbauran
antara sastra Arab dengan sastra lain, seperti sastra Latin dan sastra Spanyol.[45]
Sejalan dengan peraturan yang melarang penggunaan Bahasa Arab dalam kehidupan
sehari-hari, maka hal itu sangat berpengaruh terhadap perkembangan sastra Arab.
Baik prosa maupun puisi Arab, telah banyak diubah menjadi ke dalam bahasa
Latin. Hal ini pula berimplikasi pada pengalihan istilah-istilah Arab menjadi
bahasa Spanyol, seperti: alcalde berasal dari kata al-Qadhi, alviare
berasal dari kata al-Abyar, dan alcasare berasal dari kata al-Qashru.
Sebagian
ahli pujangga, arsitektur, dan orang-orang Islam yang pandai dalam seni ukir,
ditangkap lalu diperlakukan sebagai tawanan. Mereka dipekerjakan sebagai buruh
untuk membangun gereja-gereja, membuat patung-patung dan ukiran-ukiran, atau
memperbaiki bangunan-bangunan yang telah rusak.[46]
Sejak
32 tahun jatuhnya kota Granada, Paus mengeluarkan dekritnya agar semua mesjid
yang ada di Spanyol diubah menjadi gereja.[47]
Adapun mesjid yang mengalami perubahan menjadi gereja adalah sebagai berikut:
a). Masjid Jami’
Cordova
Mesjid
ini adalah mesjid terbesar dan terindah di Cordova. Para penguasa Islam telah
mengeluarkan biaya kurang lebih 2.615.307 (dua juta enam ratus lima belas ribu
tiga ratus tujuh) dinar untuk membangun dan memelihara mesjid ini.[48]
Namun, setelah runtuhnya kerajaan Islam di Spanyol, Mesjid Jami’ Cordova
dijadikan sebuah gereja, yang sekarang diberi nama Mosquita.[49]
b). Masjid Raya
Sevilla.
Di
Kota Sevilla, didirikan sebuah mesjid raya pada masa kekuasaan Kerajaan
al-Muwahhidin di bawah pemerintahan Sultan Yusuf Abu Ya’qub (1163-1184 M).
Setelah kota itu direbut oleh pasukan Kristen pada tahun 1248 Masehi, mesjid
raya tersebut dirombak dan dijadikan sebuah gereja besar di Sevilla, yang
sekarang dinamai Santa Maria de La Sede. Menaranya yang disebut La’bu
Hawa, diganti dengan nama La Tour de Giralda.[50]
c). Mesjid Raya Toledo
Mesjid
Raya Toledo adalah salah sebuah bukti ketinggian kebudayaan dan peradaban Islam
di Spanyol. Mesjid ini, di samping berfungsi sebagai tempat beribadah, juga
berfungsi sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan kesenian.
Seni arsitektur dan gaya yang dimilikinya sangat mempesonakan sejak zamannya
hingga sekarang ini. Mesjid ini menunjukkan bukti sejarah dari peninggalan seni
bangunan Islam yang begitu mengagumkan. Bekas dari mesjid itu masih tegak
dengan megah sebagai saksi sejarah. Ketika Kota Toledo direbut oleh pihak
Kristen, mesjid ini diubah menjadi sebuah gereja yang diberi nama Santo
Kristo de Laluz.[51]
d). Mesjid Jami' al-Addabbas dan al-Mulk
Gereja
Saint Solvador di Sevilla sekarang, asalnya dari Mesjid Ja>mi’
al-Addabbas yang dibangun oleh Amir I Kerajaan Bani
Umayyah yang bernama Abdurrahman Ad-Dakhi>l
(w. 214 H/829 M). Selain itu, di Istana
al-Hambra juga terdapat mesjid kecil dan indah yang bernama Mesjid al-Mulk
yang didirikan oleh Sultan Muhammad II. Namun, pada masa pemerintahan Karel
Agung (sekitar abad ke-17 Masehi), Mesjid al-Mulk diubah menjadi gereja
dan terkenal dengan nama Santa Maria.[52]
Mengenai
seni ukir, yang dalam hal ini adalah seni kaligrafi, ternyata sangat berkembang
di Spanyol pada masa kejayaan Islam. Seni ini berkembang dan sangat mengagumkan
di Spanyol pada masa itu. Seni ini biasanya dijumpai pada dinding tembok
mesjid, dinding istana, atau pada tiang penyangga mesjid dengan gaya geometris.
Namun, setelah berubahnya fungsi mesjid menjadi gereja, maka semua bentuk
ukiran-ukiran (kaligrafi) itu dihapus dengan kapur tebal, atau ditutupi dengan
semen.[53]
Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa hancurnya kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol,
mengakibatkan pula hancurnya segala bentuk kebudayaan dan peradaban Islam di
sana. Ilmu pengetahuan dan seni arsitektur Islam telah dirampas oleh
penguasa-penguasa Kristen dari tangan orang-orang Islam. Semuanya hanya tinggal
dalam kenangan sejarah. Kalau pun masih ada sebagian kecil yang dapat bertahan
sampai sekarang, seperti istana dan mesjid, semuanya hanya dijadikan obyek
wisata.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uaraian pada pembahasan di
atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Islam masuk ke Spanyol ditandai dengan
adanya penaklukan daerah-daerah tersebut. Otomatis daerah-daerah yang dikuasai
itu berada di bawah kendali pemerintahan muslim namun tidak ada pemaksaan
kepada penduduk untuk memeluk Islam
2. Diantara
prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh umat Islam di Spanyol adalah:
a. Prestasi di bidang ilmu pengetahuan meliputi;
Filsafat, Sains, Fiqhi, bahasa, Sastra, Musik dan lain-lain. Tempat-tempat
pendidikan dibangun seperti sekolah, perpustakaan dan lain-lain. disamping itu,
kegiatan-kegiatan ilmiah terus digalakkan.
b.
Prestasi di bidang perdagangan dan
pertanian, seperti pasar-pasar, dan jalan dibangun, sistem irigasi
dikembangkan, pengembangan tekstil, dan lain-lain.
c.
Prestasi di bidang keagamaan, misalnya
dibangun masjid-masjid Cordova, masjid Seville,
bahkan menurut sejarah bangunan masjid yang indah mencapai 491 buah.
d.
Prestasi di bidang pembangunan fisik,
seperti dibangun Istana al-Hamra, kota zahrah, istana Ja’fariyah, istana
al-Makmun, istana Toledo
dan lain-lain.
3. Kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol
disebabkan oleh beberapa faktor, yakni konflik Islam dengan Kristen, keterpurukan
ekonomi, Tidak adanya ideologi pemersatu, tidak jelasnya sistem peralihan
kekuasaan, munculnya dinasti-dinasti kecil, dan keterpencilan Spanyol.
.
DAFTAR PUSTAKA
Alavi,
Ziauddin. Muslim Education Thought in the Middle Age, (terj) Abuddin
nata, Bandung: Angkasa, 2000.
Ali, A.
Mukti. Sejarah Islam Pramodern, Jakarta PT. RajaGrafindo Persada, 1995.
Asmuni,
Yusran. Dirasah Islamiyah III, Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan
Pemikiran, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1996.
Ali, K. Sejarah
Islam (Tarikh Modern), Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2003.
Bosworth, G.E. The Islamic Dinasties.
Terj. Ilyas Hasan, Dinasti-Dinasti
Islam. Bandung : Mizan,1993.
Departemen Agama
RI, Textbook Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jilid I. Ujung Pandang: Direktorat
Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, l981/l982.
Ensiklopedi
Islam, 1999.
Fachruddin, Fuad
Mohd. Perkembangan Kebudayaan Islam.
Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1985.
Fakhri, Majid.
Sejarah Filsafat Islam, Jakarta, Pustaka Jaya, 1986.
Hitti, Philip
K. Dunia Arab, (Terj) Ushuluddin Hutagalung, Bandung, Sumur Bandung,
1962.
Hoesin, Oemar Amin. Kultur Islam.
Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1981.
Israr, C. Sejarah Kesenian Islam. Cet, I;
Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Lapidus, Ira
M. Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufran A. Mas’adi, Jakarta,
Rajawali Pers, 1999.
Munawwir,
Imam. Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam Dari Masa ke Masa. Surabaya;
Bina Ilmu, l985.
Nasution,
Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Jakarta, UI Press, 1985.
Poeradisastra,
S.I. Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern, Jakarta, P3M,
1986.
Qutub,
Muhammad Mazabih wa Jara’in Mahakim al-Taftisy fiy al-Andalusiy, terj.
Mustafa Mahdamy, Fakta Pembantaian Muslimin di Andalusia. Cet. I; Solo:
Pustaka Mantiq, l99l.
al-Siba’i,
Mustafa. Kebangkitan Kebudayaan Islam. Cet. I; Jakarta: Media Dakwah,
l987.
Siddiqi,
Amir Hasan. Studies in Islamic History, terj. M.J. Irawan, Ilmu
Pengetahuan dalam Lintasan Sejarah Islam. Cet. I; Bandung: Al-Maarif, L987.
Syalabi, Ahmad.
Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Al-Husna Zikra, 1982.
Thaha,
Nasharuddin. Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Zaman Jaya (Imam Ghazali
dan Ibnu Khaldun). Jakarta: Mutiara, l979.
Thohir,Ajid.
Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam (Melacak Akar-Akar Sejarah,
Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam), Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2004.
Unesco
National Commission, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan. Bandung:
Pustaka, l977.
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), Diterbitkan dalam
Rangka Kerjasama Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK), Jakarta, PT.
RajaGrafindo Persada, 1997.
Yunus, Mahmud. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Hidakarya Agung, l990.
[1]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah
Islamiyah II), Diterbitkan dalam Rangka Kerjasama Lembaga Studi Islam dan
Kemasyarakatan (LSIK), (Edisi I, Cet. 5; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
1997), h. 87.
[2] Ira M. Lapidus, Sejarah
Sosial Umat Islam Bagian I dan II ( Cet. 1; Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 1999), h. 581.
[3]Harun Nasution, Islam Ditinjau
dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UI Press, 1985), Jilid I, h. 12.
[5]Nama lengkapnya adalah Al-Walid bin Abdul Malik
merupakan Khalifah ketiga dari Dinasti Umayyah. Setelah Muawiyah bin Abi Sufyan
(661-680M) dan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705M) selanjutnya setelah
Al-Walid diteruskan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720M) dan Hasyim ibn
Abdul Al-Malik (724-743M). Ekspansinya ke barat dilakukan secara besar-besaran.
Di zaman Al-Walid, masa pemerintahannya adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan
ketertiban umat Islam. Pemerintahannya berjalan kurang lebih 10 tahun.
[6]Badri Yatim, op. cit., h. 89.
[7]Ajid Thohir, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik
dan Budaya Umat Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 58.
[9]Pada hari ia bersama adiknya berada di perumahan
orang-orang badawi yang berada di tepi sungai Eufrat, tiba-tiba tampak olehnya
orang-orang yang menunggang kuda datang membawa bendera hitam dari Bani
Abbasiyah. Ia bersama adiknya melompat terjun ke sungai, namun malang, adiknya
tidak pandai berenang dan kembali ke pantai dan dibunuh oleh tentara Bani
Abbasiyah. Sedangkan Abdurrahman mampu terus berenang hingga sampai keseberang.
Dan berjalan kaki, tanpa teman dan uang. Abdurrahman menuju ke arah barat daya,
sampailah ia di Palestina. Kemudian menuju Afrika Utara. Pengembaraannya dari
satu suku ke suku lainnya mengalami halangan dan rintangan yang beraneka ragam
ancaman, lima tahun kemudian sampailah ia ke kota Ceuta di sebelah selatan
Spanyol. Berhadapan dengan Cueta, terdapat tentara Syiria dari Damaskus, di
sana ia diangkat menjadi pimpinan tentara dan perkembangan selanjutnya ia dapat
menguasai Spanyol. Setelah menguasai Spanyol, ia menyatakan berdirinya kerajaan
Bani Umayyah, dan tidak tunduk pada Bani Abbasiyah di Baghdad. Tampaknya ia
tidak menyenangi gelar Khalifah, ia dan keturunannya sampai Abdurrahman III
lebih senang memakai gelar Amir.
Lihat Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah III, Pengantar Studi Sejarah
Kebudayaan Islam dan Pemikiran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996),
h. 14-15.
[10]Badri Yatim, op. cit., h. 95.
[11]Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1982), h. 41-50.
[12]Badri Yatim, op. cit., h.
97.
[13]K. Ali, Sejarah Islam: Tarikh
Modern (Edisi I, Cet. 4; Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 458.
[14]Ahmad Syalabi, op. cit., h.
36.
[15]Harun Nasution, op. cit., h.
82.
[16]Majid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), h. 35.
[17]Badri Yatim, op. cit., h.
103.
[18]Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, terj.
Ghufran A. Mas’adi, (Jakarta: Rajawali Pers, 1999), h. 584.
[19]Ahmad Syalabi, op. cit., h.
88.
[20]Ziauddin Alavi, Muslim Education Thought in the
Middle Age, (terj) Abuddin Nata, (Bandung: Angkasa, 2000), h. 16.
[21]Philip K. Hitti, Dunia Arab, (Terj) Ushuluddin
Hutagalung, (Bandung: Sumur Bandung, 1962), h. 135.
[23]Badri Yatim, op.cit., h. 101.
[24]Badri Yatim, op.cit., h.
101-102.
[25]Ahmad Syalabi, op. cit., h.
86.
[26]Badri Yatim, op. cit., h. 102.
[27]S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan
Peradaban Modern, (Jakarta: P3M, 1986), Cet Kedua, 67.
[28]S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan
Peradaban Modern, (Cet. 2; Jakarta: P3M, 1986), h. 67.
[29] Ibid, h. 105-106. Dikatakan
bahwa orang Kristen dan Yahudi
disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama
mereka masing-masing.
[31] G.E. Bosworth, The
Islamic Dinasties terj. Ilyas Hasan,
Dinasti-Dinasti Islam ( Bandung :
Mizan,1993), h. 35
[33]Muhammad
Qutub, Maza>bih wa
Jara>’in Maha>kim
al-Taftisy fiy al-Andalu>siy, terj.
Mustafa Mahdamy, Fakta Pembantaian Muslimin di Andalusia (Cet. I; Solo:
Pustaka Mantiq, l99l), h. 42.
[37]Departemen
Agama RI, Textbook Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I (Ujung Pandang:
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, l981/l982), h.103.
[38]Djalil
Maelan, op. cit,. h. 74.
[40]Departemen
Agama, op. cit., h. l22.
[41]Mahmud
Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Hidakarya Agung, l990), h.
112.
[42]Nasharuddin
Thaha, Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Zaman Jaya (Imam Ghazali dan Ibnu
Khaldun) (Jakarta: Mutiara, l979), h. 76.
[44]Amir
Hasan Siddi>qi,
Studies in Islamic History, terj. M.J. Irawan, Ilmu Pengetahuan dalam
Lintasan Sejarah Islam (Cet. I; Bandung: Al-Maarif, L987), h. 89.
[45]
Unesco National Commission, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan
(Bandung: Pustaka, l977), h. 70.
[46]C.
Israr, Sejarah Kesenian Islam (Cet, I; Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h.
240-241.
[47]Mustafa
al-Siba’i, Kebangkitan Kebudayaan Islam (Cet. I; Jakarta: Media Dakwah,
l987). h. 126.
[48]Amir
Hasan Siddiqi, op. cit., h. 87.
[49]C.
Israr, op. cit., h. 212.
[52]Fuad
Mohd. Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam (Cet. I; Jakarta: Bulan
Bintang, 1985), h. 205.
[53]Oemar
Amin Hoesin, Kultur Islam (Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h.
54.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar